(IslamToday.id) — Kedatangan orang-orang Yahudi Rusia ke Palestina yang diatur oleh Organisasi Zionis Internasional sejak tahun 1882 sedikit demi sedikit mengubah kehidupan bangsa Palestina. Organisasi Zionis Internasional atau The World Zionist Organisation didirikan pada tahun 1897 oleh sejumlah orang-orang Yahudi Eropa di Basl, Switzerland dan diketuai oleh Theodor Herzl. Organisasi ini bertujuan untuk mendirikan sebuah negara khusus orang-orang Yahudi di tanah Palestina
Pada 2 November 1917, seabad yang lalu, Arthur James Balfour, Menteri Luar Negeri Inggris, menyampaikan janji berikut ini dalam sebuah surat publik kepada seorang Zionis Inggris terkemuka, Lord Walter Rothschild:
“Pandangan Yang Mulia dengan mendukung pendirian rumah nasional di Palestina untuk orang–orang Yahudi, dan akan menggunakan upaya terbaik mereka untuk memfasilitasi pencapaian objek ini, itu dipahami dengan jelas bahwa tidak ada yang akan dilakukan yang dapat merugikan sipil dan agama. hak komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, atau hak dan status politik yang dinikmati oleh orang Yahudi di negara lain mana pun.”
Pada saat itu, ketika Perang Dunia I berkecamuk, pasukan Inggris dan Australia bertempur di Palestina melawan Utsmani, dan bersiap untuk merebut Yerusalem. Deklarasi Balfour, untuk semua keanehannya, merupakan langkah pertama menuju tujuan Zionisme politik sebagaimana digariskan oleh Kongres Zionis Pertama pada pertemuannya di Basel, Swiss pada tahun 1897:
“Zionisme berupaya membangun rumah bagi orang-orang Yahudi di Palestina yang dijamin oleh hukum publik.” Theodor Herzl gagal mendapatkan komitmen seperti itu, baik dari Sultan Ottoman ataupun dari para penguasa Eropa.
Tidak ada dokumen dalam sejarah Timur Tengah yang memiliki pengaruh sebanyak Deklarasi Balfour tentang penderitaan rakyat Palestina saat ini. Telah dikemukakan bahwa Deklarasi Balfour mungkin merupakan dokumen paling luar biasa yang diproduksi oleh setiap Pemerintah dalam sejarah dunia.
Dosa asal terhadap orang-orang Arab Palestina (dan apa yang oleh aktivis-sarjana Palestina Walid Khalidi baru-baru ini disebut “satu-satunya dokumen politik paling merusak di Timur Tengah pada abad ke-20“.
Abdu ar-Rahim Mahmud (1913-1948), seorang penyair Palestina yang ikut berjuang menyelamatkan tanah airnya dengan menjadi tentara yang ikut bertempur dalam beberapa pergolakan (Syarāb, 2006:239). Ketika Deklarasi Balfour diputuskan oleh Inggris untuk dilaksanakan, ia mengatakannya dalam puisinya berikut.
‘Balfour, apa Balfour itu? Apa perjanjiannya? Seandainya tidak karena perbuatan gigih kita (menolak persetujuan perjanjian itu), hati kita terluka oleh tangan kita sendiri dan kepedihan itu datang karena kita sendiri’
Kenyataan dalam Deklarasi Balfour yang mengatakan bahwa semua dapat hidup berdampingan adalah kebohongan, karena hingga saat ini perjanjian Balfour membahayakan eksistensi bangsa Palestina karena tujuan yang sesungguhnya adalah penghapusan bangsa Palestina yang dilakukan dengan cara memusnahkan bangsa Palestina dengan berbagai cara pembunuhan.
Pada tahun 1947, ketika PBB mengeluarkan Resolusi PBB 181 yang membagi dua wilayah Palestina, 56% dialokasikan menjadi “negara Yahudi” dan sisanya untuk “negara Arab”. Sementara itu, pengelolaan kota Yerusalem diberikan kepada Special International Regime. Tapi Israel terus melakukan agresi dan perluasan tanah sehingga, wilayah Palestina pun banyak yang dicaplok dan kini hanya kurang dari 50% tersisa dari “jatah” yang semula diberikan PBB.
Pada Tahun 1956 untuk pertama kalinya Israel melakukan pembunuhan massal di Desa Qalqiya, Kufr Qassem dan Khan Younis, yang diikuti pencaplokan wilayah dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaan bagi Israel untuk melakukan penyerangan dan pencaplokan wilayah hingga kini
Dan yang terbaru adalah Penghancuran rumah-rumah Palestina di dekat penghalang pemisah di pinggiran Yerusalem, Sur Baher yang “mengejutkan dan memilukan” dan harus diperiksa sebagai kejahatan perang,demikian menurut Utusan Khusus Palestina, Riyad Mansour.
Penulis: R. Syeh Adni
Editor: Tori Nuariza
.