(IslamToday ID) — Kashmir, wilayah dengan kontur lembah pegunungan yang berbatasan dengan Pakistan dan India, sejak lama menjadi pusat konflik antara kedua negara yang kini memiliki senjata nuklir sejak pemisahan pada tahun 1947 oleh pemerintah kolonial Inggris.
Pada saat pembagian wilayah, Inggris setuju untuk membagi bekas jajahannya menjadi dua negara: Pakistan, dengan mayoritas Muslim, dan India, dengan mayoritas Hindu. Namun, kedua negara menginginkan Kashmir, yang ditinggali oleh mayoritas Muslim. Konflik tersebut hingga kini awet, dimana kedua belah pihak mengerahkan dengan pasukan militernya di perbatasan.
Selama beberapa dekade, kebuntuan terputus oleh serangan militer sesekali, serangan teroris dan tindakan keras kepolisian India di Kashmir. Tetapi, pemerintah India kemudian memutuskan untuk secara permanen memasukkan wilayah yang dikontrolnya itu menjadi bagian India. Bahkan, saluran telepon, internet dan jaringan televisi telah diblokir sejak keputusan 5 Agustus dan ada pembatasan pergerakan dan pengumpulan massa.
Pemerintahan melalui Perdana Menteri Narendra Modi mencabut Pasal 370 konstitusi India, ketentuan hukum yang berumur 70 tahun dan telah memberikan otonomi kepada negara bagian Jammu dan Kashmir, yang mencakup wilayah Jammu yang mayoritas beragama Hindu dan lembah Kashmir yang mayoritas penduduknya Muslim.
Pemerintah juga memperkenalkan undang-undang untuk menghapus wilayah kenegaraan dan membaginya menjadi dua bagian, keduanya berada dibawah kendali langsung pemerintah pusat.
Tapi Narendra Modi, seorang nasionalis sayap kanan Hindu, telah lama berkampanye dengan mengobarkan semangat perlawanan terhadap Pakistan, serta sentimen anti-muslim. Modi menjanjikan integrasi penuh wilayah Kashmir, dengan dalih alasan komitmen partainya Bharatiya Jannati Party (BJP) selama beberapa dekade sebelumnya.
Latar Belakang Konflik Kashmir
Pada tahun 1947, pemisahan tiba-tiba wilayah iu oleh Inggris, menjadi Pakistan dan India mendorong jutaan orang untuk bermigrasi antara kedua negara dan menyebabkan kekerasan agama yang menewaskan ratusan ribu jiwa.
Sementara, wilayah ang belum memutuskan adalah Jammu dan Kashmir, negara mayoritas Muslim di Himalaya itu dipimpin oleh seorang penguasa setempat dengan gelar pangeran. Pertempuran dengan cepat meletus, dan kedua negara akhirnya mengirim pasukan militernya, dengan Pakistan menduduki sekitar sepertiga (1/3) negara bagian Jammu-Kashmir dan India menduduki dua pertiga (2/3) bagian Jammu-Kashmir.
Penguasa setempat pun terpaksa menandatangani perjanjian untuk wilayah Jammu-Kashmir menjadi bagian dari India. Otonomi daerah, yang diresmikan melalui Pasal 370, merupakan aspek utama kesepakatan.
Undang Undang 370?
Artikel itu memberikan negara bagian Jammu Kashmir sejumlah otonomi – konstitusi sendiri, bendera terpisah, dan kebebasan untuk membuat undang-undang. Sementara dalam hal urusan luar negeri, pertahanan dan komunikasi tetap menjadi milik pemerintah pusat.
Dengan artikel 370, Jammu dan Kashmir diberikan wewenang membuat peraturan sendiri terkait dengan tempat tinggal permanen, kepemilikan properti, dan hak-hak dasar, serta juga dapat melarang penduduk India dari luar negara bagian membeli properti atau menetap di sana. Ketentuan konstitusional ini menyokong hubungan India dengan Kashmir
Artikel 370 ditambahkan ke konstitusi India tak lama setelah pembagian British India untuk memberikan otonomi kepada negara bagian Jammu dan Kashmir sampai keputusan dibuat tentang aturannya.
Aturan ini membatasi kekuatan pemerintah pusat India atas wilayah tersebut. Ketentuan terkait memberi anggota parlemen negara kekuatan untuk memutuskan siapa yang bisa membeli tanah dan menjadi penduduk tetap, ketentuan ini membuat marah banyak penduduk non-Kashmir.
Meskipun dimaksudkan untuk sementara, Pasal 370 menegaskan bahwa putusan mengikat itu hanya dapat dibatalkan dengan persetujuan badan legislatif yang menyusun konstitusi negara.
Akan tetapi, Badan Legistlatif dibubarkan pada tahun 1957, dan Mahkamah Agung India memutuskan tahun lalu bahwa Pasal 370 merupakan bagian permanen dari konstitusi India.
Pemerintah Narendra Modi tidak setuju dan mengatakan Presiden India, yang terikat pada partai BJP yang berkuasa, memiliki kekuatan untuk mencabut artikel 370 tersebut.
Pemerintahan melalui Perdana Menteri Narendra Modi mencabut Pasal 370 konstitusi India, ketentuan hukum yang berumur 70 tahun dan telah memberikan otonomi kepada negara bagian Jammu dan Kashmir, yang mencakup wilayah Jammu yang mayoritas beragama Hindu dan lembah Kashmir yang mayoritas penduduknya Muslim.
Pemerintah juga memperkenalkan undang-undang untuk menghapus wilayah kenegaraan dan membaginya menjadi dua bagian, keduanya berada dibawah kendali langsung pemerintah pusat.
Reaksi Pakistan
Pasca pencabutan pasal 370, Pakistan pun mengutuk keras tindakan sewenang-wenang India. Perdana menteri Pakistan, Imran Khan, mendesak Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menindaklanjuti tawaran yang diajukannya untuk menengahi perselisihan Kashmir.
Jet-jet tempur Pakistan dan India terlibat dalam pertempuran di wilayah yang dikuasai India, dan pasukan Pakistan menembak jatuh pesawat India – Mig-21 era-Soviet – dan menangkap pilotnya. Peristiwa ini, merupakan pertempuran udara pertama kedua rival dalam lima dekade.
Pakistan dengan cepat mengembalikan pilot India, untuk meredakan ketegangan diplomatik. Tetapi Narendra Modi memanfaatkan gelombang semangat nasionalis Hindu sayap kanan atas serangan Pulwama sebagai bagian dari kampanye pemilihannya kembali yang membantu Partai Bharatiya Janata-nya meraih kemenangan besar dengan mengobarkan sentimen anti-muslim.
Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, juga terpilih tahun lalu dengan dukungan militer kuat negaranya, Khan ingin menunjukkan bahwa dia dapat melawan India, bahkan ketika ekonomi negaranya sangat lemah sehingga dia mencari dana talangan dari Arab Saudi dan Cina.
“Pakistan tidak akan memprovokasi konflik. Tetapi India seharusnya tidak salah mengira bahwa kita ditahan karena kelemahan,” Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi menulis dalam sebuah surat kepada Dewan Keamanan yang dilansir Reuters.
“Jika India memilih untuk menggunakan lagi kekuatannya, Pakistan wajib menanggapi, dalam pembelaan diri, dengan semua kemampuannya,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa “mengingat implikasi berbahaya” Pakistan meminta pertemuan darurat terkait hal tersebut.
Tidak segera jelas bagaimana Dewan Keamanan PBB beranggotakan 15 pihak itu akan menanggapi permintaan itu dan apakah seorang anggota badan juga perlu membuat permintaan resmi. Pakistan mengatakan bahwa pihaknya mendapat dukungan China untuk tindakan tersebut.
Polandia adalah Presiden Dewan Keamanan PBB untuk Agustus. Menteri Luar Negeri Polandia Jacek Czaputowicz mengatakan kepada para wartawan di PBB pada hari Selasa (13/8/2019) bahwa Dewan Keamanan PBB telah menerima surat dari Pakistan dan “akan membahas masalah itu dan mengambil keputusan yang tepat.”
Wilayah yang terletak di Himalaya itu dibagi antara India, yang memerintah Lembah Kashmir yang padat dan wilayah yang didominasi Hindu di sekitar kota Jammu, sementara Pakistan, yang mengontrol irisan 1/3 wilayah di Barat, dan Cina, mengendalikan daerah dataran tinggi berpenduduk sedikit di Utara.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengimbau India dan Pakistan untuk menahan diri dari setiap langkah yang dapat mempengaruhi status khusus Jammu dan Kashmir. Guterres juga mengungkapkan keprihatinannya dengan laporan pembatasan sejumlah akses di wilayah Kashmir yang dikendalikan India.
Dewan Keamanan PBB mengadopsi beberapa resolusi pada tahun 1948 dan pada 1950-an tentang perselisihan antara India dan Pakistan di kawasan itu, termasuk yang mengatakan plebisit harus diadakan untuk menentukan masa depan Kashmir yang sebagian besar Muslim.
Resolusi lain juga menyerukan kedua belah pihak untuk “menahan diri untuk tidak membuat pernyataan sehingga memicu tindakan apapun yang dapat memperburuk situasi.”
Pasukan penjaga perdamaian PBB telah dikerahkan sejak tahun 1949 untuk mengamati gencatan senjata antara India dan Pakistan di Jammu dan Kashmir. Namun, perseteruan ini tak dapat diselesaikan dengan cara seperti ini karena konflik yang terjadi di Kashmir bukan hanya konflik territorial namun juga berbau agama dan budaya.
Penulis: R. Syeh Adni
Redaktur: Tori Nuariza