(IslamToday ID) — Di antara ancaman yang dihadapi populasi dunia di Abad ke-21, munculnya penyakit virus yang baru muncul atau muncul kembali, memiliki potensi untuk mempengaruhi sistem kesehatan masyarakat dunia, yang menghadirkan tantangan dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda.
Saat ini hampir seluruh negara sedang mengalami kepanikan dan kekacauan yang terus meningkat karena ada persebaran virus corona COVID-19 yang telah menjangkit 194 negara dan di hampir seluruh belahan dunia, dengan jumlah pasien yang tercatat per hari ini di seluruh dunia menurut www.worldometers.info/coronavirus/, sekitar 597,267 orang telah dinyatakan positif, 27.365 meninggal dunia, dan 133.363 dinyatakan sembuh, diakses pada Sabtu 28 Maret, 11.29 WIB.
Berbagai negara melakukan sejumlah cara dalam menangani virus ini, ada yang menetapkan lockdown agar masyarakatnya tidak melakuakan kegiatan di luar ruang dan akan selalu diawasi secara ketat oleh aparat seperti di Inggris, Italia dan China, dan beberapa melakukan kampanye ke masyarakatnya untuk Physical Distancing/Social distancing seperti yang dilakukan di banyak Negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, Indonesia dan Thailand.
Dengan perkembangan virus yang kian menyebar di seluruh dunia dan kian mengkhawatirkan dengan dampak sosial ekonomi yang dihadapi, dunia seakan hanya menggantungkan nasibnya akan vaksin yang tak tahu kapan dapat disebarkan dan diciptakan, lalu pertanyaannya Negara mana saja yang mampu menciptakan vaksin dan meneliti virus?, selain itu Negara mana saja yang sedang berlomba dalam penciptaan vaksin ini? Kami akan sedikit mengulas terkait pervaksinan dunia ini khususnya Negara yang memiliki laboratorim super biosafety level 4/LAB BSL.
Apa Itu Lab BSL–4?
Laboratorium BSL 4 digunakan untuk pekerjaan diagnostik dan penelitian tentang pathogen (Patogen merupakan agen biologis yang dapat menyebabkan penyakit pada inangnya. Sebutan lain dari patogen adalah mikroorganisme parasit, yang dapat menyebabkan penyakit). Lab BSL 4 ini meneliti dan menyimpan Pathogen yang mudah menular yang dapat menyebabkan penyakit fatal. Ini termasuk sejumlah virus yang diketahui menyebabkan demam berdarah, Flu/Influenza, virus seperti virus H5N1, Virus Ebola, Virus Corona, Virus SARS, dan lainnya.
Laboratorium BSL-4 dioperasikan secara formal, untuk melakukan penelitian tentang sistem deteksi cepat, epidemiologi molekuler, etiologi penyakit menular, antibodi terapeutik, evaluasi vaksin dan obat, dan penilaian pada faktor risiko biologis. Dan juga pembangunan model infeksi, dan pengembangan vaksin.(WHO)
Saat ini hanya ada beberapa Negara saja yang memiliki laboratorium ini seperti Amerika Serikat dengan 13 Laboratorium, China yang Labnya berpusat di Wuhan tempat asal mulai Virus COVID19 tersebar, dan beberapa Negara Eropa seperti Jerman, Italia, Swedia, Prancis, Inggris, Swiss, Australia, serta sejumlah negara lain.
Sebelum laboratorium BSL 4 ini dibangun dan dioperasikan, konsultasi intensif harus dilakukan dengan lembaga yang memiliki pengalaman mengoperasikan fasilitas serupa. Laboratorium penahanan maksimum operasional – Tingkat Keamanan 4 harus di bawah kendali otoritas kesehatan nasional atau lainnya yang sesuai dan melakukan program kerjasama Keamanan laboratorium WHO untuk informasi tambahan. (WHO)
Dengan kata lain hanya sedikit saja negara yang mampu meneliti, dan menyimpan Patogen (Virus, Bakteri, jamur dll) dan juga menciptakan vaksin atas anti virus ini.
Perlombaan Dunia, Menciptakan Vaksin COVID19
Pada strategi pengurangan penyebaran virus covid, negara yang paling efektif, hanya mampu memperlambat penyebaran penyakit pernapasan Covid-19. Dengan Organisasi Kesehatan Dunia akhirnya menyatakan peristiwa ini sebagai pandemi, semua mata beralih ke prospek vaksin, karena vaksin yang dapat mencegah orang jatuh sakit.
Sekitar 35 perusahaan dan lembaga akademik yang memiliki Lab BSL 4, berlomba untuk membuat vaksin semacam itu, setidaknya empat di antaranya sudah memiliki kandidat yang telah mereka uji pada hewan. Yang pertama – diproduksi oleh firma biotek Moderna yang berbasis di Boston – akan segera memasuki uji coba manusia.
Kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini sebagian besar berkat upaya Cina yang berawal untuk mengurutkan bahan genetik Sars-CoV-2, virus yang menyebabkan Covid-19. China berbagi urutan itu pada awal Januari, memungkinkan kelompok penelitian di seluruh dunia untuk menumbuhkan virus hidup dan mempelajari bagaimana virus itu menyerang sel manusia dan membuat orang sakit.
Di antara mereka adalah para peneliti di Universitas Oxford di Inggris, yang akan mulai menguji vaksin mereka pada hewan pekan depan dengan harapan meluncurkan uji coba pada manusia pada bulan depan, demikian menurut The Guardian melaporkan pada hari Kamis. Itu akan diikuti oleh uji coba persiapan bernama ChAdOx1 untuk melihat apakah itu dapat melindungi manusia terhadap COVID-19.
Pada hari Senin (23/3), para ilmuwan di Kaiser Permanente Washington Health Research Institute memulai percobaan vaksin pertama untuk virus yang menyebabkan COVID-19, bernama SARS-CoV-2, mRNA-1273, dikembangkan oleh perusahaan biotek Moderna, dan menggunakan segmen kode genetik virus daripada sepotong virus, yang mereka harapkan akan membuatnya lebih cepat berkembang.
Perusahaan biofarmasi China CanSino Biologics mengumumkan vaksinnya Ad5-nCoV telah disetujui untuk memulai uji klinis fase 1 pada manusia. Dikembangkan bersama oleh Beijing Institute of Biotechnology, itu adalah vaksin COVID-19 pertama yang mencapai tahap ini di China, menurut sebuah pernyataan oleh perusahaan. Tim berharap untuk memicu penciptaan antibodi terhadap SARS-CoV-2 dengan mengambil sepotong kode genetiknya dan menggabungkannya dengan virus yang tidak berbahaya.
“Hasil dari studi praklinis pada hewan ‘Ad5-nCoV’ menunjukkan bahwa kandidat vaksin dapat menginduksi respon kekebalan yang kuat dalam model hewan. Studi keamanan hewan praklinis menunjukkan profil keamanan yang baik,” menurut CanSino Biologics, Selasa (24/3).
Meskipun ada upaya percepatan yang dilakukan dalam upaya perlombaan mendapatkan vaksin yang tepat untuk COVID19 ini, namun Anthony Fauci, anggota gugus tugas virus korona Gedung Putih dan Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS, mengatakan awal bulan ini: “Ini akan memakan waktu setidaknya satu tahun hingga satu setengah tahun untuk memiliki vaksin yang bisa kita gunakan.”
Namun, Prof Adrian Hill, Direktur Jenner Institute di Oxford, mengatakan kepada The Guardian bahwa timnya bertujuan untuk membuat vaksin “jauh lebih awal.” Dan pemerintahan juga mempercepat penciptaan vaksin ini yang menurutnya dapat disebar ke seluruh dunia dalam waktu dekat.
Hill mengatakan kepada surat kabar itu: “Kami sadar bahwa vaksin diperlukan sesegera mungkin dan pasti pada Juni-Juli, ketika ketika adanya kemungkinan puncak besar dalam angka kematian.” mengutip The Guardian.
Dengan hanya ada sejumlah negara yang mampu memiliki fasilitas LAB BSL-4, diikuti dengan 35 perusahaan farmasi dan lembaga akademik, ini akan menjadi perlombaan menciptakan vaksin, dan tentu menjadi bisnis yang menggiurkan.
Penulis: R. Syeh Adni
Editor: Tori Nuariza