(IslamToday ID) – Arab Saudi mengakhiri bentuk hukuman cambuk. Hal ini sesuai dengan sebuah dokumen dari pengadilan tinggi kerajaan yang dilihat oleh Reuters pada Jumat (24/4/2020).
Keputusan oleh Komisi Umum untuk Mahkamah Agung yang diambil bulan ini menyatakan hukuman cambuk digantikan oleh hukuman penjara atau denda, atau gabungan dari keduanya.
“Keputusan itu merupakan perpanjangan dari reformasi hak asasi manusia yang diperkenalkan di bawah arahan Raja Salman dan pengawasan langsung oleh Pangeran Mahkota Muhammad Bin Salman,” tulis dalam dokumen yang dilansir dari Reuters, Sabtu (25/4/2020).
Pencambukan telah diterapkan untuk menghukum berbagai kejahatan di Saudi. Tanpa sistem hukum yang dikodifikasikan dengan teks-teks yang membentuk syariah atau hukum Islam, hakim individu memiliki keleluasaan untuk menafsirkan teks-teks agama dan menghasilkan penafsiran mereka sendiri.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah mendokumentasikan kasus-kasus sebelumnya, di mana hakim Saudi telah menghukum para penjahat dengan cambuk karena berbagai pelanggaran, termasuk keracunan dan pelecehan publik.
“Reformasi ini adalah langkah maju yang penting dalam agenda hak asasi manusia Arab Saudi, dan hanya salah satu dari banyak reformasi baru-baru ini di kerajaan,” kata Presiden Komisi Hak Asasi Manusia (HRC) yang didukung negara, Awwad Alawwad.
Bentuk-bentuk lain dari hukuman fisik, seperti potong tangan untuk pencurian atau pemenggalan kepala untuk pembunuhan dan pelanggaran terorisme belum dilarang.
“Ini adalah perubahan yang disambut baik, tetapi seharusnya terjadi bertahun-tahun yang lalu,” kata Adam Coogle, Wakil Direktur Divisi Timur Tengah dan Afrika Utara di Human Rights Watch.
“Tidak ada yang menghalangi Arab Saudi mereformasi sistem peradilannya yang tidak adil,” tambahnya.
Berbeda dengan Saudi, Kerajaan Brunei Darussalam malah menerapkan hukuman cambuk dan rajam hingga mati terhadap kaum homoseksual sejak awal April lalu. Melalui pernyataan resmi dari kantor perdana menteri, pemberlakuan hukum syariah Islam itu disebut punya tujuan tertentu.
“Hukum (syariah), selain mempidanakan dan mencegah perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam, juga bertujuan mengedukasi, menghormati, dan melindungi hak sah semua individu, masyarakat, atau kebangsaan, agama, dan ras,” sebut pernyataan itu sebagaimana dikutip Reuters.
Hukum syariah Islam di Brunei pertama kali diterapkan pada 2014 dan semenjak itu diberlakukan secara bertahap.
Tahap pertama dan kedua mencakup hukuman penjara atau denda untuk pelanggaran-pelanggaran, seperti tidak menunaikan salat Jumat dan hamil di luar nikah.
Tahap ketiga yang dilaksanakan pada 3 April memuat hukuman yang lebih berat, antara lain hukuman mati dengan cara rajam untuk tindak pidana sodomi dan perzinaan.
Kemudian pencuri akan dihukum dengan cara dipotong tangan untuk tindak kejahatan pertama, dan dipotong salah satu kaki untuk kejahatan kedua. (wip)