(IslamToday ID) – Politisi Inggris dan pakar militer Eropa telah memperingatkan bahwa keputusan Donald Trump untuk menarik 9.500 pasukan dari Jerman berisiko memberikan keuntungan strategis kepada Kremlin (Rusia) dan merusak aliansi militer barat pascaperang.
Ini juga akan mempengaruhi kemampuan Amerika Serikat (AS) yang beroperasi di Timur Tengah dan Afrika. Meskipun ada keraguan apakah presiden yang berubah-ubah itu membatalkan sebelum pemilihan presiden November mendatang.
Dijelaskan pada Jumat ke surat kabar AS, proposal untuk memindahkan seperempat pasukan AS di Jerman belum dikonfirmasi. Berlin sendiri menyatakan pada Senin bahwa pihaknya belum diberitahu secara resmi tentang penarikan pasukan yang diperdebatkan itu.
Namun keputusan itu dengan cepat memicu kekhawatiran. Jens Stoltenberg, Sekjen NATO, berbicara kepada Trump pada Senin sore melalui telepon. Mereka membahas pentingnya menjaga NATO tetap kuat di dunia yang semakin kompetitif.
“Tantangan yang kita hadapi selama dekade berikutnya lebih besar daripada yang bisa kita atasi sendiri. Baik Eropa sendiri. Atau Amerika sendiri. Jadi kita harus melawan godaan kepentingan pribadi.”
Tobias Ellwood, Ketua Konservatif Komite Pemilihan Pertahanan di parlemen Inggris, mengatakan tidak yakin bahwa keputusan Trump sudah final. “Melemahnya NATO dengan harapan ini akan mengarah pada peningkatan pertahanan Jerman adalah permainan berbahaya di tangan Rusia.”
Keputusan Trump muncul setelah beberapa tahun mengeluh tentang NATO yang tidak mengambil tindakan khusus apapun. Pada Juli 2018, ia mengancam “berangkat sendiri” jika anggota NATO (khususnya Jerman) tidak menaikkan pengeluaran pertahanan mereka menjadi 2 persen dari PDB untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh AS.
Ditambahkan, bahwa kerusakan yang sebenarnya adalah kredibilitas diplomatik Gedung Putih yang sudah babak belur. Tom Tugendhat, Ketua Konservatif Komite Urusan Luar Negeri, mengatakan keputusan mengejutkan Trump akan mendorong negara-negara Eropa untuk tidak lagi mendengarkan AS.
Bastian Giegerich, Direktur Analisis Pertahanan dan Militer di Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS), mengatakan sampai sekarang pejabat AS berpendapat Eropa tidak seharusnya mendengarkan apa yang dikatakan Trump, tapi sebaliknya lihat saja apa yang dilakukannya. “Ancaman terbaru berarti ‘ini telah keluar dari jendela’,” katanya.
Langkah ini telah secara luas ditafsirkan sebagai penolakan pribadi terhadap Angela Merkel, setelah terjadi pembicaraaan dingin via telepon keduanya pada akhir Mei, ketika kanselir Jerman mementahkan harapan Trump untuk mengadakan KTT G7 di AS pada Juni.
Secara historis, aliansi militer antara kedua negara telah dekat. Pasukan AS telah dikerahkan di Jerman sejak akhir perang dunia kedua. Meskipun jumlahnya turun drastis dari 400.000 pada puncak perang dingin, kehadiran mereka sebagian dirancang untuk mencegah agresi Rusia.
Jamie Shea, profesor strategi dan keamanan di University of Exeter, mengatakan jumlah pasukan selalu menjadi pertimbangan dalam psikologi politik. Tetapi yang harus diingat adalah pasukan yang ditempatkan di ketiga negara Baltik, NATO menghadapi sebanyak 500.000 tentara Rusia di distrik militer baratnya.
Perkiraan dari thinktank IISS menunjukkan bahwa AS menghabiskan sekitar $ 36bn (£ 28bn) untuk pertahanan Eropa pada tahun 2018, dibandingkan dengan total pengeluaran pertahanan sekutu NATO Eropa sebesar $ 239.1bn. Negara-negara seperti Inggris, Perancis dan Jerman tidak akan mampu mengimbangi, mengingat sedang krisis akibat Covid-19.
Para ahli mengatakan AS tidak dapat beroperasi di Timur Tengah atau Afghanistan tanpa pangkalan udara Ramstein yang luas di Jerman Barat. Sementara Stuttgart juga merupakan markas besar Komando Afrika-AS serta operasi Eropa.
Shea, seorang mantan juru bicara NATO dan pejabat senior, mengatakan, “Saya melihat belum banyak keuntungan, karena masih harus membayar pasukan di mana pun mereka berada.”
Tetapi Karin von Hippel, Dirjen Royal United Services Institute, memperingatkan negara-negara barat agar tidak bereaksi berlebihan terhadap apa yang disampaikan oleh Trump.
“Saya berpikir itu tidak akan diterapkan dalam beberapa bulan ke depan sebelum pemilihan presiden. Karena Kongres atau Pentagon akan menemukan cara untuk menghentikannya. Tetapi jika dia menang (di Pilpres), maka, apapun bisa terjadi,” ungkapnya. [wip]