(IslamToday ID) – Demonstrasi besar-besaran dan rusuh terjadi di Lebanon. Para demonstran marah dan kesal karena nilai tukar uang lokal turun drastis hingga 25 persen hanya dalam dua hari. Krisis ekonomi parah memang sedang melanda Lebanon dalam beberapa bulan terakhir.
Demonstran meluapkan kemarahan mereka dengan memblokir jalan-jalan di hampir seluruh kota. Mereka juga membakar kantor cabang Bank Central, merusak beberapa bank swasta, dan membakar ban dan kendaraan di jalan.
Puncaknya, demonstran bentrok dengan pasukan keamanan hingga menyebabkan 41 orang terluka. Demikian menurut laporan Palang Merah Lebanon.
“Saya benar-benar kesal. Jika para politisi berpikir mereka dapat membakar hati kita seperti ini, api juga akan menjangkau mereka,” kata insinyur komputer yang menganggur, Ali Qassem (26) kepada Al Jazeera setelah menuangkan bahan bakar ke tumpukan ban bekas di jalan utama Beirut, Kamis (11/6/2020) waktu setempat.
Puluhan ribu orang Lebanon telah kehilangan pekerjaan dalam enam bulan terakhir dan ratusan bisnis tutup karena kekurangan modal. Pound Lebanon melemah ke sekitar 5.000 terhadap dolar AS pada Kamis dan telah kehilangan 70 persen nilainya sejak Oktober 2019, ketika Lebanon krisis keuangan yang dianggap sebagai ancaman terbesar bagi stabilitas nasional sejak perang saudara 1975-1990.
Ada spekulasi menyatakan kurs mencapai 6.000 atau bahkan 7.000 pound terhadap dolar, meskipun sebagian besar pasar menghentikan perdagangan.
Para pengunjuk rasa mulai berkumpul di jalan-jalan di seluruh negeri sebelum matahari terbenam dan meningkat menjadi ribuan saat malam tiba.
Perdana Menteri Lebanon, Hassan Diab membatalkan semua pertemuan yang dijadwalkan pada hari Jumat untuk rapat kabinet darurat pada pukul 09.30 pagi dan pada pukul 15.00 sore di istana presiden yang akan dipimpin oleh Presiden Michel Aoun.
Runtuhnya pound bisa jadi merupakan tantangan terbesar bagi kabinet baru Diab, yang memperoleh kepercayaan pada Februari 2020. Pemerintahan sebelumnya, mantan Perdana Menteri Saad Hariri digulingkan oleh pemberontakan pada Oktober 2019 hingga akhirnya terjadi krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Menteri Ekonomi Raoul Nehme mengatakan kepada Al Jazeera bahwa ada berita hoaks yang beredar di media sosial tentang nilai tukar mata uang. Ia pun sedang menyelidiki berita terkait kemungkinan manipulasi mata uang itu.
“Saya tidak mengerti bagaimana nilai tukar meningkat begitu cepat dalam dua hari,” katanya.
Banyak demonstran menyalahkan Gubernur Bank Sentral, Riad Salameh, yang tugasnya menjaga agar mata uang tetap stabil. Tetapi mereka juga meminta perdana menteri untuk mengundurkan diri.
“Jika orang menginginkan reformasi antara fajar dan senja, itu tidak akan berhasil, dan jika seseorang berpikir mereka dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik maka silakan maju,” kata Nehme.
Semua Kena Imbasnya
Ketika para demonstran melakukan pembakaran besar-besaran di Al-Solh Square Beirut, yang berlokasi di dasar sebuah bangunan besar era Ottoman dan berfungsi sebagai pusat pemerintahan, petugas pemadam kebakaran tidak melakukan upaya pemadaman.
Dari informasi saluran berita lokal, LBCI, mobil pemadam kebakaran tersebut tengah kehabisan bahan bakar. Ternyata impor bahan bakar telah terpukul akibat krisis keuangan, sehingga pelayanan negara menjadi lemah.
Sekitar 6 orang petugas keamanan dari Pasukan Keamanan Internal Lebanon hanya mengamati pemandangan yang terjadi di depan mereka di alun-alun.
“Mengapa kamu menghancurkan toko-toko dan barang-barang serta menyerang kami pasukan keamanan? Apakah kamu pikir kami bahagia? Pergi dan bongkar tembok itu atau pergi ke rumah para politisi,” kata seorang petugas polisi kepada Al Jazeera, sambil menunjukkan penghalang beton besar yang memisahkan pengunjuk rasa dari kursi pemerintahan.
“Pada akhirnya kami bersama kamu dan kami ingin negara berubah. Jangan kamu berpikir kami bahagia. Gaji saya sekarang bernilai 130 pound,” kata petugas itu.
Jatuhnya mata uang yang spektakuler tampaknya telah mendorong banyak orang Lebanon untuk menempatkan kepentingan bersama di atas perbedaan mereka.
Konvoi besar dengan sepeda motor dari daerah mayoritas Syiah di Beirut selatan bergabung dengan demonstrasi pada hari Kamis, meskipun sebelumnya mereka telah bentrok dengan pendemo berkali-kali sebelumnya.
Beberapa meneriakkan penghinaan sektarian, yang mengarah pada bentrokan singkat di daerah-daerah yang sebelumnya merupakan garis depan selama perang saudara 15 tahun yang menghancurkan negara itu.
Sebaliknya, para demonstran yang mengendarai sepeda motor pada hari Kamis meneriakkan, “Syiah, Sunni, sektarianisme f*ck.”
“Syiah, Sunni, dan Kristen adalah saudara kami,” kata Hisham Houri (39).
“Politisi memainkan isu sektarian ini dan kadang-kadang berhasil, tetapi pada akhirnya mereka akan gagal karena semua orang menjadi menderita,” tambahnya. “Dolar tidak hanya bernilai 6.000 untuk Syiah atau untuk Sunni, tetapi berlaku untuk semua orang.” [wip]