(IslamToday ID) – Baru-baru ini China mengubah regulasi pengiriman barang yang dibuat tahun 1974, sehingga menyebut area perairan antara Provinsi Hainan dan Kepulauan Paracels di Laut China Selatan sebagai “area navigasi pantai” bukan lagi “lepas pantai”.
Ubah kata “lepas pantai” di regulasi kelautan itu, Beijing dikritik sejumlah ahli. Beijing dinilai hendak mencaplok seluas mungkin area perairan Laut China Selatan yang kini ramai disengketakan.
Para pengamat melihat langkah ini sebagai upaya China untuk mengendalikan seluas mungkin zona perairan di area tersebut. Peraturan baru itu mulai berlaku Sabtu (1/8/2020).
Regulasi yang berjudul “Aturan Teknis untuk Pengujian Hukum Pelayaran Domestik” menetapkan area bernama “Area Navigasi Hainan-Xisha” yang dibatasi oleh dua titik di Pulau Hainan, atau pulau ujung selatan China, dengan tiga titik di Kepulauan Paracels, atau Kepulauan Xisha dalam bahasa Mandarin.
Zhang Jie, ahli Laut China Selatan dari Chinese Academy of Social Sciences, mengatakan langkah China bisa jadi didesain untuk memperkuat pemerintahan Kepulauan Paracels menggunakan peraturan domestik.
“Bahkan bila hal ini tidak dimaksudkan untuk meningkatkan kendali, aturan tersebut menciptakan efek semacam itu,” kata Zhang seperti dikutip di South China Morning Post (SCMP), Jumat (31/7/2020).
Ucapan Zhang disetujui pula oleh peneliti di S Rajaratnam School of International Studies di Nanyang Technological University, Collin Koh. Ia mengaku tidak terkejut dengan langkah Beijing tersebut. “Terlebih setelah Beijing mengumumkan distrik administratif di Kepulauan Paracels dan Spratly,” kata Koh.
Langkah Beijing di perairan Laut China Selatan menjadi bahan kritikan dunia internasional. Awal bulan ini Amerika Serikat (AS) dan Australia menyatakan bahwa klaim China tersebut ilegal karena tidak sesuai dengan hukum internasional.
Sementara itu, Malaysia lewat sebuah nota diplomatik ke PBB pada hari Rabu (29/7/2020) mengecam China yang berkata Kuala Lumpur tidak punya hak untuk mengontrol salah satu palung laut di utara Laut China Selatan.
Dunia internasional mengecam China karena menggunakan regulasi domestik untuk mengklaim area perairan yang masih dipenuhi sengketa. China juga telah mendirikan tujuh peradilan maritim yang salah satunya didirikan di kota Hainan di Sansha.
Pada tahun 2017, Mahkamah Agung China mengumumkan bahwa hukum negaranya mencakup seluruh area di bawah kontrol kedaulatan China, termasuk area perairan yang diakui hukum. [wip]