(IslamToday ID) – Diam-diam pemerintah China ternyata mengincar jabatan hakim di pengadilan internasional yang menyelesaikan sengketa maritim. Untuk menggapai cita-cita itu, Beijing telah menominasikan seorang calon dari China untuk posisi hakim itu.
Namun, hal itu bukanlah perkara mudah, sebab seterunya Amerika Serikat (AS) berusaha untuk menentangnya. AS berdalih Beijing telah melanggar hukum laut internasional di Laut China Selatan yang disengketakan.
“Memilih seorang pejabat China untuk badan ini seperti menyewa seorang pelaku pembakaran untuk membantu menjalankan Departemen Pemadam Kebakaran,” kata David Stilwell, Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik dalam forum online yang digelar Center for Strategic and International Studies (CSIS).
“Kami mendesak semua negara yang terlibat dalam pemilihan (hakim) Tribunal Internasional yang akan datang untuk secara hati-hati menilai kredensial kandidat China dan mempertimbangkan apakah hakim China di pengadilan akan membantu atau menghalangi hukum maritim internasional. Dengan catatan Beijing, jawabannya harus jelas,” ujarnya seperti dikutip di CNBC, Selasa (4/8/2020).
Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut dijadwalkan mengadakan pemilihan pada bulan Agustus atau September untuk memilih tujuh hakim untuk masa jabatan sembilan tahun.
Sebanyak 168 negara penandatangan Konvensi PBB tentang Hukum Laut atau UNCLOS akan memberikan suara mereka dalam pemilihan. UNCLOS adalah perjanjian internasional yang menguraikan hak-hak dan tanggung jawab negara-negara di ruang laut dunia. Ini membentuk dasar bagaimana pengadilan internasional, seperti Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut, dan menyelesaikan sengketa maritim.
Pada tahun 2016, sidang di Pengadilan Arbitrase Permanen menolak klaim China atas hampir 90 persen Laut China Selatan sebagai klaim yang tidak berdasar sesuai dengan prinsip UNCLOS. China, yang merundingkan dan meratifikasi konvensi itu, menolak untuk menerima putusan itu.
Kali berikutnya kapal penjaga pantai China bermanuver di sekitar rig minyak yang dikelola Vietnam. Armada kapal penangkap ikan China juga muncul di perairan Natuna milik Indonesia. Rentetan kejadian itu akan menjadi “amunisi” AS untuk berbicara lebih keras guna mengecam tindakan ilegal China tersebut.
China sendiri tidak gentar dengan retorika AS. Menurut Kementerian Luar Negeri China, Washington tidak diizinkan untuk memberikan suara dalam pemilihan pengadilan internasional mendatang karena belum meratifikasi konvensi. Poin ini dikemukakan juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, yang membantah argumen Stilwell.
“Sejauh ini, Amerika Serikat belum meratifikasi UNCLOS, tetapi selalu bertindak sebagai pembela,” kata Hua pada konferensi pers reguler oleh kementeriannya Juli lalu.
“Hakim pengadilan melakukan tugas mereka dalam kapasitas pribadi mereka,” katanya membela kandidat hakim dari negaranya sebagai orang yang fasih dalam hukum internasional dan hukum laut.
Ini bukan pertama kalinya China mengajukan calon untuk pemilihan hakim Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut. Faktanya, tiga hakim China telah bertugas di badan peradilan ini sejak pemilihan pertama diadakan pada tahun 1996.
Namun AS menarik perhatian pada nominasi terbaru China karena memperkuat sikapnya terhadap “agresi” Beijing yang berkelanjutan di Laut China Selatan, jalur perairan kaya sumber daya yang merupakan jalur pelayaran vital untuk perdagangan global.
Komentar Stilwell di forum CSIS muncul sehari setelah Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyebut klaim China atas sumber daya lepas pantai di Laut China Selatan sepenuhnya melanggar hukum atau ilegal.
AS telah lama mempromosikan kebebasan navigasi melalui udara dan laut melintasi jalur perairan. Namun, China mengklaim hampir semua Laut China Selatan, sebuah wilayah yang mencakup sekitar 1,4 juta mil persegi, yang membentang dari Singapura ke Selat Taiwan. [wip]