(IslamToday ID) – Jerman meminta Arab Saudi untuk sepenuhnya mematuhi Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT) menyusul laporan tentang penemuan fasilitas nuklir rahasia di barat laut Saudi.
“Sikap kritis pemerintah Jerman terhadap tenaga nuklir sudah dibuat. Sangat penting bahwa Saudi harus sepenuhnya mematuhi kewajiban NPT dan program nuklirnya tunduk pada standar verifikasi internasional Badan Energi Atom Internasional (IAEA),” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Jerman seperti dikutip di MEMO, Kamis (13/8/2020).
NPT adalah perjanjian penting internasional yang bertujuan untuk mencegah penyebaran senjata nuklir, untuk mempromosikan kerja sama dalam penggunaan energi nuklir secara damai, serta untuk mencapai tujuan lebih lanjut dalam mencapai pelucutan senjata nuklir dan pelucutan senjata secara umum.
Dengan bantuan China, Saudi telah membangun fasilitas untuk ekstraksi uranium yellowcake (prekursor potensial untuk reaktor nuklir) di lokasi gurun terpencil dekat kota kecil Al Ula. Demikian menurut surat kabar Wall Street Journal pekan lalu.
Fasilitas yang dirahasiakan itu telah memicu kekhawatiran di antara sekutu Barat Riyadh bahwa kerajaan itu mungkin mencoba memperluas program atomnya untuk tetap membuka opsi untuk membangun senjata atom.
Pengungkapan fasilitas pemprosesan yellowcake diharapkan semakin meningkatkan kekhawatiran di antara tetangga Riyadh dan sekutu Barat-nya tentang ambisi nuklir Saudi. Terutama setelah Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS) pada 2018 yang bersumpah jika Iran mengembangkan bom nuklir, maka Saudi akan segera mengikutinya.
Yellowcake diproses dari bijih uranium alami dan selanjutnya dapat diperkaya untuk menghasilkan bahan bakar untuk pembangkit listrik tenaga nuklir, dan pada tingkat pengayaan yang sangat tinggi bisa menjadi senjata nuklir.
Sementara, Kementerian Energi Saudi secara tegas membantah laporan Wall Street Journal bahwa negara Teluk itu telah membangun fasilitas penggilingan bijih uranium. Saudi menyatakan mengontrak perusahaan China untuk eksplorasi uranium di wilayahnya.
Riyadh memicu kekhawatiran besar tentang kemungkinan perlombaan senjata nuklir di kawasan Teluk yang bergejolak. Riyadh bergerak maju membangun reaktor penelitian dan mengundang perusahaan untuk mengajukan tawaran pembangunan dua reaktor tenaga nuklir sipil tanpa menyetujui pengawasan dan inspeksi oleh IAEA, lembaga nuklir PBB yang berbasis di Wina.
Sebuah komite Kongres AS menerbitkan laporan pada Mei 2019. Isinya memperingatkan pemerintahan Presiden Donald Trump yang mengizinkan perusahaan-perusahaan AS untuk menawarkan teknologi nuklir ke Saudi tanpa terlebih dahulu mendapatkan jaminan non-proliferasi untuk memastikan tidak akan digunakan untuk memproduksi senjata. [wip]