IslamToday ID — Warga Thailand menggelar aksi turun ke jalan, Sabtu (19/9) sore, untuk menyerukan Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha agar lengser jabatannya. Massa demo pun menuntut reformasi terhadap sistem monarki. Jumlah peserta aksi hari ini disebut mencapai puluhan ribu orang.
Aparat Kepolisian sempat menyerukan pembubaran terhadap puluhan ribu mahasiswa yang turun ke jalan menuntut mundurnya Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-o-cha, di depan kantornya, Sabtu (19/9). Tapi massa tak acuh seruan polisi.
Puluhan, bahkan ada yang menyebut ratusan ribu pengunjuk rasa menggeruduk ‘government house’.
Tak hanya menyerukan PM mundur, massa juga menuntut dihapuskannya hukum yang melarang kritik terhadap keluarga kerajaan.
Massa demo pun tak gentar berhadap-hadapan dengan polisi antihuru hara. Polisi mengklaim seruan demo bubar lantaran massa tak mengantongi izin berunjuk rasa. Polisi meminta massa bubar dalam waktu tak kurang dari satu jam, dilansir dari Bangkok Post.
Massa tak terima, terlebih polisi memasang pagar pembatas untuk para pengunjuk rasa masuk merangsek halaman kantor PM Prayut. Bahkan saat terdengar pengumuman perintah pembubaran, para pengunjuk rasa segera mencabut kabel mikropon aparat keamanan.
Para pengunjuk rasa hingga saat ini terus mendesak polisi agar bisa masuk ke Sanam Laung-sebuah taman di kompleks kerajaan Thailand.
Dalam pernyataan bersama, para pengunjuk rasa menyatakan bahwa Sanam Laung dulunya adalah ruang publik, dan baru sekarang menjadi tertutup. Hanya orang-orang kerajaan yang bisa ada di sana.
“Saatnya menduduki dan merebutnya kembali,” tulis pernyataan tersebut.
Polisi menutup semua akses ke Sanam Laung. Beberapa pengunjuk rasa pun makin marah, bahkan ada yang mencoba unuk memanjat pagar untuk bisa masuk ke dalam.
Aksi demonstrasi kali ini disebut-sebut terbesar dalam sejarah monarki Thailand. Aksi unjuk rasa besar-besaran kali ini diorganisir oleh mahasiswa Universitas Thammasat Bangkok, sebuah kelompok yang paling vokal tentang peran keluarga kerajaan, setelah sebelumnya sebagian besar aksi tanpa pemimpin.
“Kami berjuang untuk lebih banyak demokrasi. Rencananya bukan untuk menghancurkan monarki, tetapi untuk memodernisasi, menyesuaikannya dengan masyarakat kita,” pungkas Panusaya Sithijirawattanakul, seorang tokoh aktivis mahasiswa, Jumat (18/9) malam, dilansir dari AFP.
Aksi demo dimulai di Universitas Thammasat, sebelum pindah ke lapangan Sanam Luang yang bersejarah di depan istana kerajaan, tempat para pengunjuk rasa berencana untuk bermalam.
Ahad esok, para pengunjuk rasa diperkirakan akan merapat ke gedung pemerintah terdekat, langkah yang telah diperingatkan dan dilarang oleh pihak berwenang.
Unjuk rasa kali ini diperkirakan akan menjadi yang terbesar sejak kudeta tahun 2014, dimana aktivis mahasiswa mengharapkan kehadiran lebih dari 50 ribu pendukung.
Polisi mengatakan sekitar 10 ribu aparat akan dikerahkan di sekitar daerah aksi.
Pada Jumat malam, tagar “19 Sept, kami mengambil kembali kekuatan rakyat” menjadi topik utama di Trending Topic Twitter di Thailand.
Warga Thailand yang ada di belahan dunia lain diharapkan juga berkumpul sebagai bentuk solidaritas. Aksi demonstrasi ini juga direncanakan di banyak negara, termasuk Jerman, Australia, dan Amerika Serikat.
Sejak pertengahan Juli lalu, hampir setiap hari Thailand telah mengadakan pertemuan yang dipimpin oleh para pemuda untuk menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Prayut, mantan panglima militer di balik kudeta 2014, dan perombakan total pemerintahannya.
Sejumlah pihak pun menuntut reformasi monarki kerajaan yang sangat kaya dan kuat – topik yang dulunya tabu di Thailand karena undang-undang pencemaran nama baik kerajaan. Undang-undang pencemaran nama baik di Kerajaan Thailand dinilai melindungi pemerintahan monarki Raja Vajiralongkron Rama X agar terbebas dari kritik.[IZ]