(IslamToday ID) – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan beberapa negara Eropa menerapkan standar ganda terhadap muslim dan Islam.
Hal itu diungkapkan Erdogan dalam konferensi pers setelah pertemuan kabinet di Ankara pada hari Selasa (3/11/2020).
“Ketika penyerang adalah seorang muslim, mereka menyebutnya sebagai serangan teror, tetapi jika penyerang non-muslim mereka mengatakan itu adalah insiden atau pelaku memiliki gangguan jiwa,” kata Erdogan seperti dikutip dari TRT World, Rabu (4/11/2020).
Pernyataan Erdogan muncul saat sentimen anti-Islam dan anti-muslim meluas di seluruh Eropa.
Pada hari Senin, seorang teroris melepaskan tembakan dan menewaskan sedikitnya empat orang di jalan-jalan ibukota Austria, Wina.
Pekan lalu, Erdogan mengatakan melawan serangan terhadap Nabi Muhammad adalah sebuah kehormatan. “Sayangnya kita berada dalam periode di mana permusuhan terhadap Islam dan muslim menyebar seperti kanker, terutama di antara para pemimpin di Eropa,” katanya kepada kelompok parlemen Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) pada hari Rabu.
Erdogan mencatat bahwa Perancis dan Eropa pada umumnya, berhak mendapatkan yang lebih baik dari kebijakan Presiden Perancis Emmanuel Macron yang kejam, provokatif, dan penuh kebencian.
“Kami menyerukan kepada orang Eropa yang bijaksana untuk mengambil tindakan melawan tren berbahaya ini atas nama diri mereka sendiri dan anak-anak mereka demi masa depan yang cerah,” katanya.
Awal bulan ini, Macron menuduh muslim Perancis adalah kelompok separatis dan menggambarkan Islam sebagai agama yang mengalami krisis di seluruh dunia.
“Tidak ada muslim yang bisa menjadi teroris, begitu pula teroris tidak bisa menjadi muslim. Teroris adalah orang berhati hitam dan pembunuh yang tidak ragu-ragu untuk membunuh orang yang tidak bersalah untuk mencapai tujuannya,” kata Erdogan.
Karikatur Kontroversial
Ketegangan semakin meningkat setelah Samuel Paty, seorang guru di Bois-d’Aulne College di Conflans-Sainte-Honorine, dipenggal pada 16 Oktober oleh Abdullakh Anzorov (18), pemuda asal Chechnya. Aksi kejahatan itu sebagai pembalasan karena sang guru menunjukkan kartun kontroversial yang menggambarkan Nabi Muhammad kepada murid-muridnya.
Kartun nabi itu pertama kali diterbitkan pada tahun 2006 oleh surat kabar Denmark Jyllands-Posten, dan langsung memicu protes.
Macron memberi penghormatan kepada Paty dan mengatakan Perancis tidak akan menyerah dengan kartun itu.
Direktur Komunikasi Turki, Fahrettin Altun membagikan surat berjudul “Saya Menuduh” yang terkenal dari Emile Zola, yang menggambarkan perbandingan antara anti-Semit Perancis dan pemenjaraan ilegal terhadap perwira Yahudi Alfred Dreyfus dan perlakuan Perancis terhadap warga muslimnya.
Awal tahun ini, Charlie Hebdo menerbitkan ulang karikaturnya yang menghina Islam dan Nabi Muhammad yang mengakibatkan serangan di kantornya pada tahun 2015, menyebabkan 12 orang tewas termasuk kartunisnya.
Beberapa negara Arab serta Turki, Iran dan Pakistan telah mengkritik sikap Macron terhadap muslim dan Islam.
Sementara, seruan untuk memboikot produk Perancis beredar secara online di banyak negara. Erdogan juga telah meminta warganya untuk tidak membeli produk-produk Perancis. [wip]