ISLAMTODAY ID — Amerika Serikat (AS) berupaya untuk memberikan alternatif kepada Taiwan untuk menggantikan proyek infrastruktur Belt and Road Initiative (BRI) China.
Menteri Keuangan Taiwan mengatakan bahwa tawaran AS ini akan memberikan transparansi yang lebih besar kepada negara-negara yang mencari pendanaan untuk mengembangkan proyek infrastruktur mereka.
Taiwan dan AS bergerak maju dengan Langkah untuk membiayai proyek infrastruktur dan energi di Asia dan Amerika Selatan.
Proyek infrastruktur itu menggunakan modal yang dikumpulkan dari sektor swasta untuk memastikan transparansi yang lebih besar, demikian pernyataan Menkeu Taiwan Su Jain-rong dalam wawancara hari Rabu (25/11) di Taipei.
Dilansir Bloomberg, Kamis (27/11), Su Jain-rong berharap proyek ini dapat dijalankan dalam jangka waktu 1-2 tahun ke depan.
Rencana tersebut, dimulai dengan penandatanganan kesepakatan antara AS dan Taiwan pada bulan September lalu.
Kesepakatan ini bertujuan untuk mengumpulkan dana melalui obligasi yang ditujukan pada Bank-bank Taiwan, perusahaan-perusahan asuransi, dan institusi modal swasta lainnya. .
Sasar Negara Berkembang
Proyek bersama ini merupakan kesempatan bagi Washington dan Taipei untuk menyaingi proyek infrastruktur global China di tengah kekhawatiran tentang komitmen Beijing terhadap proyek internasional dan memburuknya keuangan di antara negara-negara berkembang.
Proyek BRI China sangat bergantung pada hutang dari Beijing kepada pemerintah-pemerintah negara berkembang dan biasanya melibatkan perusahaan atau badan usaha milik negara (BUMN) China.
Bagaimanapun, Langkah Taiwan-AS ini “sangat menekankan partisipasi sektor swasta, sementara juga menekankan bahwa dana harus dikumpulkan melalui pasar, yang membuatnya sangat transparan,” pungkas Menkeu Su Jain-rong.
Presiden Bank Dunia, David Malpass mendesak negara-negara Kelompok G-20 pada bulan Mei lalu, untuk memastikan transparansi yang lebih besar pada kontrak-kontrak utang antar pemerintah.
Bank Dunia mengatakan hal tersebut adalah satu-satunya cara untuk “menyeimbangkan kepentingan masyarakat dengan kepentingan mereka yang menandatangani kontrak utang dan investasi.”
Hutang proyek infrastruktur Taiwan ini dimaksudkan agar lebih transparan melalui pengungkapan informasi yang lebih luas, seperti jumlah yang dikumpulkan, hasil, dan tujuan penggunaan, sebagai bagian dari proses penjualan obligasi.
Organisasi Moneter Internasional (IMF) bekerja untuk mempercepat dukungan untuk melakukan pendataan permintaan dari negara-negara berkembang.
IFDC AS Vs BRI China
Taiwan merupakan anggota baru dalam daftar kemitraan AS yang terus bertambah dalam investasi proyek infrastruktur di negara dunia ketiga.
Enam belas negara lain tersebut telah mencapai perjanjian serupa dengan Washington, menurut Menkeu Su, di mana perusahaan dari negara-negara tersebut bekerja dengan Perusahaan Keuangan Pembangunan Internasional, (International Development Finance Corporation, IDFC) AS untuk mendanai proyek infrastrukturnya.
Jepang, Korea Selatan, dan Australia mengumumkan kemitraan dengan AS pada tahun 2018.
Menurut perkiraan Bank Dunia tahun 2019, Proyek infrastruktur global China bernilai sekitar $ 575 miliar dollar kini telah dibangun atau sedang dikerjakan sebagai bagian dari Belt and Road Initiative (BRI) China.
Sementara itu, untuk menyaingi China, AS akan menginvestasikan dana senilai $ 75 miliar dollar untuk negara-negara berkembang pada tahun 2025 melalui International Development Finance Corporation (IDFC) dan modal swasta.
Akan tetapi, Menkeu Taiwan Su tidak membahas berapa banyak dia memperkirakan investor-investor Taiwan akan berkontribusi dalam kemitraan dengan AS itu.
Salah satu manfaat utama dari kerangka pembiayaan untuk Taiwan terletak pada penawaran kepada perusahaan asuransi besar sehingga meraih kesempatan untuk mendapatkan hasil yang lebih besar daripada yang biasanya tersedia di dalam negeri, tentunya hal ini didukung oleh kebijakan politik dari AS.
Pemerintahan Presiden Donald Trump telah memberikan dukungan kepada Taiwan sebagai pilar utama dari upaya Gedung Putih untuk melawan pengaruh China.
Menkeu Su mengatakan pihaknya tidak melihat banyak perubahan kolaborasi pembiayaan jika Joe Biden menjabat pada Januari mendatang.
Su menghubungkan hal itu dengan nilai-nilai bersama dan dukungan bipartisan yang kuat untuk Taiwan di Washington.
“Setelah dia menjabat, Biden harus mempertahankan kerangka dasar dari rencana tersebut,” ujar Su.
“Sepertinya tidak akan ada perubahan”, pungkasnya.
Optimisme Ekonomi Taiwan
Taiwan menyadari dirinya ada dalam posisi yang diperebutkan secara ekonomi dalam pertempuran yang semakin memanas untuk perebutan dominasi global antara AS dan China.
Hal ini nampak dengan nilai ekspor dari Washinton maupun Beijing yang melonjak selama setahun terakhir ini.
Ekspor Taiwan ke AS kemungkinan akan berlanjut tumbuh besar dengan sinyal akan berakhirnya perang perdagangan antara Beijing dan Washinton, kata Su.
Perekonomian Taiwan juga harus terus mendapat keuntungan dari perusahaan-perusahan Taiwan yang membawa kembali investasi dari China, jelas Menkeu Su.
Perekonomian Taiwan tumbuh 3,9% dari tahun sebelumnya pada kuartal ketiga, hal ini merujuk data pemerintah yang dirilis Jumat (27/11).
Pemerintah Taipei menaikkan perkiraan PDB (Produk Domestik Bruto) setahun penuh resmi menjadi 2,5% dari 1,6% sebleumnya, mengutip laporan lonjakan ekspor.
“Pertumbuhan ekonomi tahun ini akan melebihi apa yang kami harapkan,” jelas Menkeu Su, tanpa menjeskan secara rinci.[Res]