ISLAMTODAY ID — Di desa Burin, yang terletak di pinggiran kota Nablus di wilayah Tepi Barat Palestina, Basheer Zaban bersama keluarganya sedang memanen buah zaitun dari kebun buahnya.
Namun tiba-tiba puluhan pemukim ilegal Yahudi bertopeng menyerang mereka dengan batu.
Desa Burin, yang berjarak tujuh kilometer (4,3 mil) dari Nablus, dikelilingi oleh pemukiman Yitzhar.
“Kami tidak dapat melihat para pelaku karena mereka bersembunyi di balik pohon. Batu-batu itu menargetkan kepala kami. Mereka hampir membunuh kami,” kata Basheer Zaban, yang lima anggota keluarganya terluka dalam serangan itu.
Serangan pemukim ilegal Yahudi itu difokuskan pada desa-desa Palestina yang diklasifikasikan sebagai Area C, divisi administratif Tepi Barat, tempat Israel mempertahankan kendali eksklusif, termasuk penegakan hukum dan pembangunan.
Terdiri dari hampir 60 persen wilayah Tepi Barat di bawah perjanjian Oslo, Area C secara bertahap seharusnya dialihkan ke yurisdiksi Palestina.
Sejak Israel terus membangun pemukiman Yahudi di daerah ini, desa Burin, Oreef, Madama, Jalood, Aserah al-Qibliah, Aqraba, dan Burqa di selatan Nablus dan Salfit dan beberapa desa di timur laut Ramallah menjadi sasaran langsung dari pemukim ilegal Yahudi.
Mereka memaksa warga Palestina mengosongkan tanah subur mereka untuk pemukiman ilegal Yahudi
Menurut Palestinian Grassroots Anti-Apartheid – koalisi organisasi non-pemerintah Palestina, 2020 adalah tahun terberat bagi para petani Palestina. Lebih dari 8.400 pohon zaitun tumbang atau dibakar.
“Serangan para pemukim dikoordinasikan terhadap petani dan relawan kami. Mereka melancarkan serangan mematikan sampai-sampai seorang lelaki tua mematahkan tengkoraknya,” kata Jamal Jomah, Kepala Palestinian Grassroots Anti-Apartheid.
Pada tahun 1990, otoritas Israel memaksa Shawqi Abu Mujahed menutup tambang batu di desanya di Madama, untuk pembangunan jalan menuju pemukiman Yahudi.
Setelah sumber penghidupannya ditutup, Shawqi bersama saudara-saudaranya mulai bekerja di ladang zaitun.
“Tapi helikopter pendudukan membakar pohon zaitun kami di samping ladang lain di utara dan selatan desa. Berkali-kali, para pemukim membakar pohon kami,” tutur Shawqi kepada korespoden Anadolu Agency.
Penderitaan Berat Petani
Penderitaan para petani berlipat ganda karena pemukim ilegal Yahudi memotong pasokan air ke desa Madama dan kebun anggrek.
“Ketika para pemukim ekstremis menyerang kami, tentara mendukung mereka dengan menembaki dan menangkap petani Palestina,” tuturnya.
Rumah Shawqi telah diserang oleh para pemukim Yitzhar selama bertahun-tahun secara terus menerus sepanjang malam hari.
“Mereka melakukan ini untuk mengambil alih tempat kami dan memaksa kami meninggalkan daerah itu,” jelas petani Palestina, yang berkali-kali melarikan diri setelah diserang pemukim dan tentara Israel.
Akibatnya, petani Palestina tidak lagi berani mengunjungi kebun anggreknya sendirian.
Mereka pergi ke ladang secara kelompok dengan senjata perisai untuk melindungi diri dari batu.
“Para pemukim juga mencuri buah. Mereka menebang pohon dan mencuri peralatan tani untuk menyasar sumber penghidupan kami,” tambah Shawqi.
Menurut Nazeh Fkhaida, Direktur Departemen Dokumentasi Kerusakan Pertanian Palestina, jumlah total pohon yang tumbang, dibakar, atau diracuni secara kimiawi oleh para pemukim Israel sejak 2010 telah mencapai 101.988, dengan nilai kerugian USD47 juta atau hampir Rp670 miliar.
Pemimpin agama Yahudi ultra-radikal seperti Neseam Moufel dan Shlomo Retsaken tercatat telah mengeluarkan dekrit yang mewajibkan pemukim mencabut pohon zaitun milik warga Palestina.
Dampak Covid-19
Pada 2006, Palestinian Grassroots Anti-Apartheid meluncurkan sebuah proyek mendukung para petani, yang terkena pelanggaran ini.
Setiap tahun mulai 16 September, mereka meluncurkan program selama sebulan untuk membantu dan melindungi petani selama panen.
Mereka juga membantu selama musim tanam mulai November hingga akhir Maret dengan mendatangkan relawan dari universitas dan sektor lainnya.
Tetapi bantuan ini terdampak akibat merebaknya pandemi Covid-19.
“Kami membentuk banyak komite di desa-desa untuk melindungi para petani, mendokumentasikan pelanggaran, dan mengambil kembali lahan [yang diambil pemukim],” ujar Qasem Awwad, kepala departemen dokumentasi aliansi LSM.
Sementara itu LSM lain, Persatuan Komite Pekerjaan Pertanian (UAWC) telah membantu 44 petani menanam lebih dari 5.000 pohon zaitun selama dua bulan terakhir di pinggiran Nablus.
“Divisi hukum kami mendokumentasikan semua laporan pelanggaran setiap bulan, mengikutinya secara legal dengan mitra kami dan organisasi hak asasi manusia internasional,” jelas Moyaad Bsharat, kepala proyek di UAWC.
“Kami memperkirakan lebih dari 2 juta pohon telah tumbang sejak 1967. Pelanggaran tidak pernah berhenti,” ujar Moyaad Bsharat.
Dan jika semua ini tidak cukup, kawasan industri di Burkan membuang residu kimianya langsung ke ladang zaitun di dekat desa Salfit, sehingga dapat merusak tanaman.
Sumber: Anadolu