(IslamToday ID) – Perdana Menteri (PM) Perancis, Jean Castex memutuskan mengesampingkan proposal yang berisi larangan penggunaan kerudung (jilbab) bagi anak-anak.
Ia beralasan pemerintahannya sedang berusaha mencapai keseimbangan, antara menegakkan tradisi sekuler dan menghormati perbedaan budaya.
Rencana menghentikan penggunaan kerudung bagi anak-anak di bawah umur secara hukum muncul dari anggota partai sentris yang juga menaungi Presiden Perancis, Emmanuel Macron.
Mengutip dari BNN Bloomberg, Selasa (19/1/2021), rencana tersebut digaungkan mengingat Macron akan kembali dicalonkan menjadi presiden pada pemilihan umum (pemilu) tahun depan.
Ia mencoba mengeluarkan undang-undang kontroversial melalui parlemen dengan tujuan memerangi ekstremisme Islam. Meski demikian, PM Castex mengatakan menargetkan anak di bawah umur bukanlah sasaran utamanya.
Sebuah amandemen, yang isinya akan melarang anak di bawah umur mengenakan kerudung atau cadar di depan umum, ditolak pada hari Senin (18/1/2021). Penolakan dilakukan meski rencana ini mendapat dukungan dari beberapa tokoh senior di partai Macron dan pemimpin sayap kanan Marine Le Pen.
Simbol jilbab maupun cadar, dan apapun yang diwakilinya dalam lingkungan masyarakat Perancis modern, berisiko merusak citra Macron pada waktu yang sensitif. Utamanya, ketika ia sedang melawan pandemi dan kemarahan yang berkepanjangan dari pemenggalan kepala guru oleh teroris.
Dalam upaya melawan terorisme, sejumlah kebijakan telah dibuat, termasuk memberdayakan polisi dan menutup masjid yang dicurigai menerima uang haram.
Perbuatannya ini telah mendapat kritik dari berbagai negara, termasuk Turki. Perancis disebut sedang menargetkan muslim dan memicu perdebatan tentang toleransi, supremasi hukum, serta metode untuk memerangi ekstremisme.
Tak hanya itu, Perancis sebelumnya telah melarang adanya tanda-tanda keagamaan yang terlihat di sekolah-sekolah pada 2004. Pun pada 2010, negara ini melarang pakaian yang menutupi wajah, termasuk burqa dan niqab. [wip]