(IslamToday ID) – PBB khawatirkan kondisi minoritas muslim Rohingya di tengah situasi kudeta Myanmar. Selain itu, Dewan Keamanan PBB juga telah dikritik atas kegagalannya dalam menanggapi kekerasan terhadap muslim Rohingya sebelumnya oleh militer Myanmar.
Salah satunya kekerasan yang dilakukan militer Myanmar di negara bagian Rakhine pada tahun 2017, yang memaksa 700.000 orang Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Sayangnya, mereka terdampar di kamp pengungsian yang jorok dan sempit di perbatasan.
Mengutip dari The Sydney Morning Herald, Rabu (3/2/2021), Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric mengungkapkan bahwa sebanyak 600.000 muslim Rohingya masih berada di negara itu.
“Ada sekira 600.000 Rohingya yang tetap berada di negara bagian Rakhine, termasuk 120.000 orang yang terkurung di kamp-kamp,” ujarnya.
“Mereka tidak dapat bergerak bebas serta memiliki akses yang sangat terbatas ke layanan kesehatan dan pendidikan dasar,” lanjutnya.
Sementara itu, Sekjen PBB Antonio Guterres dan negara-negara Barat lain menuduh militer Myanmar melakukan pembersihan etnis, yang kemudian disangkal.
“Jadi ketakutan kami adalah bahwa peristiwa tersebut dapat memperburuk situasi bagi mereka,” imbuh Guterres.
Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 orang berencana untuk membahas Myanmar dalam pertemuan tertutup dalam waktu dekat.
Duta Besar Inggris untuk PBB, Barbara Woodward, presiden dewan selama bulan Februari, memberikan keterangannya kepada wartawan. “Kami ingin mengatasi ancaman jangka panjang terhadap perdamaian dan keamanan, tentu saja bekerja sama dengan myanmar di Asia dan negara tetangga lain di ASEAN,” ungkapnya.
China yang didukung oleh Rusia, melindungi Myanmar dari tindakan dewan yang signifikan setelah penumpasan militer tahun 2017. Beijing dan Moskow adalah kekuatan veto dewan bersama Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat (AS).
Sebelumnya, militer Myanmar mengungkapkan bahwa mereka telah menahan Aung San Suu Kyi bersama para menterinya sebagai tanggapan atas dugaan kecurangan pemilu.
Hal ini berarti bahwa kekuasaan akan diambil alih panglima militer Jenderal Min Aung Hlaing yang hendak memberlakukan keadaan darurat selama satu tahun. [wip]