(IslamToday ID) – Jajaran kepolisian di Desa Bardo, negara bagian Kayah, Myanmar membelot dengan ikut menggelar aksi protes menentang kudeta militer. Para polisi ini mempertaruhkan pekerjaan mereka dengan memprotes penahanan Aung San Suu Kyi oleh Tatmadaw sejak 1 Februari lalu.
Polisi yang menggelar aksi protes pada hari Rabu (10/2/2021) itu menolak permohonan dari perwira senior mereka untuk kembali bertugas. Mereka menyatakan mendukung massa yang menolak kudeta militer.
Melihat aksi ini, warga berduyun-duyun mengelilingi para polisi sebagai upaya melindungi mereka dari potensi penangkapan.
Dalam video yang direkam oleh seorang warga lokal menunjukkan bagaimana seorang polisi mencoba membujuk rekan-rekan mereka untuk menyudahi aksi protes dan kembali bertugas.
“Jika kami kembali (bertugas) bersamamu, itu akan sangat berbeda dengan apa yang kami inginkan. Apakah kalian semua setuju?” kata salah satu polisi yang ikut dalam aksi tersebut seperti dikutip dari AP, Kamis (11/2/2021).
Para polisi membentangkan spanduk bertuliskan “Kami tidak ingin kediktatoran” sambil meneriakkan seruan demokrasi.
Aksi para polisi yang menggelar demo itu disambut dengan salam tiga jari warga sebagai simbol perlawanan.
Sebuah video lain yang diunggah jaringan organisasi masyarakat sipil, Progressive Karenni People Force di Facebook menunjukkan lebih dari 100 orang berjalan menyusuri jalan menuju kantor polisi yang terisolir.
Laporan dari daerah tersebut menyatakan pada hari Rabu malam para petugas polisi yang membelot usai menggelar aksi protes sempat bersembunyi untuk menghindari penangkapan.
Sebagian besar polisi yang “memberontak” merupakan etnis minoritas Kayah, dengan perwira seniornya yang mewakili pemerintah pusat dan militer yang didominasi oleh etnis Burman. Aktivis Kayah sempat berselisih dengan pemerintahan Suu Kyi pada 2019, terkait pemindahan patung pemimpin kemerdekaan Myanmar, Aung San, ayah Suu Kyi.
Massa dari berbagai elemen masyarakat menggelar aksi protes menuntut militer mengembalikan kekuasaan kepada pemerintah terpilih. Demonstran juga mendesak amandemen Undang-Undang Dasar 2008. Terutama menghapus pasal yang menyatakan memberikan hak veto kepada fraksi militer di parlemen dan hak untuk menguasai sejumlah kementerian, serta sistem pemerintahan federal di negara multietnis itu.
Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw), Jenderal Min Aung Hlaing menggulingkan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi yang baru dilantik pada 1 Februari lalu. Ia menyalahkan para politisi yang dianggap tidak mampu menyelesaikan sengketa pemilu sehingga memicu kudeta.
Militer menuduh ada indikasi kecurangan sehingga Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) memenangi pemilu. Pada pemilu yang dimenangkan Suu Kyi disebut terdapat setidaknya 8 juta pemilih palsu.
Jenderal Min mengatakan bakal menggelar pemilu yang jujur dan bebas usai status masa darurat nasional selama satu tahun dinyatakan berakhir. [wip]