ISLAMTODAY ID — Kantor Hak Asasi Manusia PBB, (OHCHR) mengutuk keras peningkatan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa di Myanmar.
OHCHR juga menyerukan kepada pihak Junta Militer untuk segera menghentikan penggunaan kekuatan.
Ravina Shamdasani, juru bicara Kantor HAM PBB, mengatakan sedikitnya 18 orang tewas dan lebih dari 30 lainnya terluka dalam gelombang protes anti-kudeta Myanmar.
“Sepanjang hari, di beberapa lokasi di seluruh negeri, polisi dan pasukan militer telah menghadapi demonstrasi damai, menggunakan kekuatan mematikan dan kekuatan yang tidak mematikan,” pungkas Shamdasani.
Sejauh ini korban tewas dilaporkan terjadi karena peluru tajam yang ditembakkan ke kerumunan di Yangon, Dawei, Mandalay, Myeik, Bago, dan Pokokku.
Menurut saksi mata dan laporan media setempat, para pengunjuk rasa anti-kudeta dihadang dengan serangan gas air mata, peluru karet, dan granat saat pasukan polisi dan tentara mengintensifkan kekerasan terhadap pihak-pihak yang menolak kudeta militer.
“Rakyat Myanmar berhak untuk menggelar aksi damai dan berhak untuk menyuarakan desakan pemulihan demokrasi,” tegas Ravina Shamdasani.
“Penggunaan senjata mematikan terhadap unjuk rasa damai tidak pernah bisa dibenarkan menurut normal hak asasi manusia internasional,” tandasnya.
Kantor HAM PBB mengatakan bahwa kekuatan mematikan terhadap para pengunjuk rasa tanpa kekerasan tidak pernah dibenarkan di bawah norma-norma HAM internasional.
“Sejak awal kudeta di Myanmar pada 1 Februari, polisi dan pasukan keamanan telah menargetkan semakin banyak suara oposisi dan demonstran dengan menangkap pejabat politik, aktivis, anggota masyarakat sipil, jurnalis, dan profesional medis,” pungkas Shamdasani.
Ahad (28/2), pihak Kepolisian menahan setidaknya 85 pekerja medis dan pelajar serta 7 jurnalis dalam aksi demonstrasi tersebut.
Lebih dari 1.000 orang telah ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang dan beberapa dari mereka hingga kini masih belum ditemukan.
Kantor HAM PBB pun menegaskan kembali seruannya untuk segera membebaskan semua orang yang ditahan secara sewenang-wenang, termasuk anggota pemerintah yang dipilih secara demokratis.
“Komunitas internasional harus berdiri dalam solidaritas dengan para demonstran dan semua yang ingin kembali ke demokrasi di Myanmar,” tandas Ravina Shamdasani, juru bicara Kantor HAM PBB.[AA]