(IslamToday ID) – Ratusan wanita di Istanbul, Turki menggelar unjuk rasa mengecam perlakuan pemerintah China terhadap etnis Uighur di Xinjiang.
Nursiman Abdurasit menangis memikirkan ibunya yang dipenjara di Xinjiang dan khawatir etnis Uighur seperti dirinya di Turki suatu hari nanti akan dipulangkan berdasarkan kesepakatan ekstradisi.
Beijing menyetujui perjanjian ekstradisi antara kedua negara pada Desember 2020. Kesepakatan itu menunggu ratifikasi parlemen Ankara.
Para aktivis itu mewakili 40.000 orang Uighur yang tinggal di Turki untuk menyuarakan penderitaan mereka.
Nursiman Abdurasit datang ke Turki untuk belajar pada 2015 dan kehilangan kontak dengan keluarganya empat tahun lalu.
Musim panas lalu ia menemukan orang tua dan dua saudara laki-lakinya telah dijatuhi hukuman penjara yang lama karena dicurigai melakukan kegiatan terkait terorisme yang tidak disebutkan.
“Saya telah hidup dengan pengetahuan bahwa ibu saya berada di pusat penahanan selama empat tahun terakhir, mengalami penindasan,” ujarnya dalam protes memperingati Hari Perempuan di pinggir laut Istanbul, dekat konsulat China, Senin (8/3/2021).
Wanita berusia 32 tahun berkerudung itu mengatakan dirinya mengingat Hari Perempuan Internasional adalah hari paling membahagiakan bagi ibunya, ketika keluarga akan memberinya hadiah, sampai ibunya menerima hukuman penjara 13 tahun.
Di sekitar Nursiman, 1.000 kerumunan orang mengangkat foto kerabat yang hilang dan mengibarkan bendera biru-putih, lambang gerakan kemerdekaan Turkestan Timur, nama yang mengacu pada gerakan tersebut di Xinjiang.
Para pakar PBB memperkirakan 1 juta warga Uighur dan muslim lainnya ditahan di pusat-pusat penahanan di wilayah Xinjiang, China barat laut.
Amerika Serikat (AS) menyatakan pada Januari China telah melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan menindas warga Uighur.
China membantah tuduhan pelanggaran HAM di Xinjiang. Beijing menyatakan kompleks yang didirikannya di wilayah tersebut menyediakan pelatihan kejuruan untuk membantu membasmi ekstremisme dan separatisme.
“China mengatakan bahwa apa yang kami lakukan adalah kejahatan, ‘apa yang Anda lakukan adalah separatisme, meremehkan negara’,” ujar Nursiman Abdurasit menyuarakan keprihatinan tentang konsekuensi dari kesepakatan ekstradisi yang menunggu ratifikasi di komisi parlemen Turki.
“Jika kesepakatan ini diratifikasi, kami bisa diekstradisi untuk kejahatan ini. Jadi kami khawatir,” papar wanita yang tinggal di flat kecil di Istanbul bersama suami Uighur dan putrinya yang berusia enam tahun.
Kekhawatiran muslim Uighur yang tinggal di Turki telah diperburuk ketergantungan Ankara pada China untuk vaksin Covid-19, setelah menerima 15 juta dosis dari Sinovac Biotech China dan memesan puluhan juta dosis lainnya.
Namun, Menteri Luar Negeri (Menlu) Turki Mevlut Cavusoglu membantah bahwa perjanjian ekstradisi akan menyebabkan Uighur dipulangkan. Ia menggambarkannya sebagai rutinitas yang serupa dengan yang dilakukan Turki dengan negara lain.
Seorang juru bicara Kedubes China menyatakan bulan lalu bahwa warga Uighur yang telah mengadakan protes rutin di dekat misi diplomatik China di Turki dalam beberapa bulan terakhir berusaha menipu rakyat Turki dan merusak hubungan bilateral.
“Tujuan orang-orang ini dengan kebohongan yang dibuat-buat adalah menyerang kebijakan pemerintah China di Xinjiang, menghitamkan citra China, dan mengeksploitasi masalah yang terkait dengan Xinjiang,” ujarnya. [wip]