(IslamToday ID) – Sebuah organisasi otonom di bawah Kementerian Pendidikan, Institut Nasional Sekolah Terbuka (NIOS) mengumumkan telah menyiapkan 15 kursus tentang tradisi pengetahuan India. Menteri Pendidikan India Ramesh Pokhriyal mempresentasikan kurikulum baru pada pekan lalu.
Ia memuji India karena memiliki pengetahuan kuat dalam topik termasuk Weda (teks agama kuno), yoga, sains, bahasa Sansekerta, serta epos Hindu seperti Ramayana dan Bhagavad Gita. Menurut kementerian, ajaran tentang topik tersebut akan segera dimasukkan dalam lembaga pendidikan muslim atau madrasah.
Nantinya, NIOS akan menyediakan kursus di tingkat dasar, menengah, dan senior serta mengikuti standar yang sama dengan Dewan Pendidikan Nasional dan negara bagian. Pada awalnya mereka akan meluncurkan program kepada 100 madrasah dan berubah menjadi 500.
Namun, program tersebut telah menuai kritik tajam dari ulama muslim. Bagi ulama muslim, kursus itu tidak dapat dibenarkan dan bertindak sewenang-wenang terhadap pelajar muslim. Beberapa ulama berpendapat program itu sebagai upaya dari Partai Bharatiya Janata (BJP) yang dipimpin oleh Perdana Menteri Narendra Modi untuk menghindukan India.
“Ini hampir mirip dengan meminta perguruan tinggi kedokteran untuk mengajarkan Alquran dan Alkitab daripada apa yang telah ditetapkan. Program itu bertentangan dari arahan lembaga pendidikan,” kata Seminari Islam Darul Uloom Farangi Mahal, Maulana Khalid Rasheed.
Pada Juli tahun lalu, Dewan Pusat Pendidikan Menengah (CBSE) yang merupakan dewan pendidikan terbesar di India mengumumkan mereka telah memotong silabus 2021 sebesar 30 persen. Sekolah yang dikelola pemerintah tidak lagi diharuskan memberikan pelajaran terkait hak demokrasi, sekularisme, federalisme, dan kewarganegaraan. Beberapa pihak menduga keputusan tersebut bermotif politik.
“Konsep-konsep ini terletak pada inti konstitusi India, tapi terkadang bertentangan dengan ideologi mayoritas Hindu dari BJP sayap kanan yang berkuasa,” kata pakar pendidikan Sahil Husain.
Husain menuduh semua partai politik India menggunakan pendidikan sebagai sarana untuk menyebarkan agenda mereka. Para kritikus menuduh BJP mengubah sistem pendidikan untuk mendorong identitas India yang seragam.
Ancaman Stabilitas Agama
Seorang ulama, Maulana Yasoob Abbas mengatakan program tersebut bertentangan dengan prinsip konstitusi. Ajaran wajib baru dapat memecah belah antara komunitas Hindu dan muslim di India.
“Selain itu, mengajar kitab suci agama lain bertentangan dengan prinsip madrasah. Akankah pemerintah saat ini menerima pengajaran Alquran di sekolah Mandir Sishu yang didukung organisasi Hindu sayap kanan Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS)?” ujar Abbas.
Kritikus menuduh RSS ingin mengubah umat Hindu dari komunitas agama menjadi konstituensi politik dan membangun hegemoni Hindu dengan mengesampingkan agama minoritas. Aktivis Hak Sipil, Shabnam Hashmi mengatakan pemerintah India harus fokus memperkenalkan pendidikan sekuler daripada ajaran agama.
“Mata kuliah yang diusulkan tentang yoga ini termasuk patanjali kritasutra, yogasutra surya namaskar. Jelas hal ini dilakukan untuk polarisasi lebih lanjut dan menegakkan supremasi satu agama di atas yang lain,” kata Hashmi.
Kritik tajam atas pengumuman tersebut memaksa Kementerian Pendidikan India mengeluarkan klarifikasi. “Berbagai mata pelajaran ditawarkan kepada peserta didik di bawah ketentuan ini yang tidak seperti dalam sistem pendidikan formal. Ini sepenuhnya merupakan kebijaksanaan peserta didik untuk memilih kombinasi mata pelajaran dari mata pelajaran yang disediakan oleh NIOS ,” kata kementerian.
Sayangnya, sampai saat ini kementerian tidak menentukan apakah mereka masih akan memperkenalkan epos Hindu ke dalam madrasah. [wip]