(IslamToday ID) – Tak ada pengunjung kota bersejarah Melaka yang dapat melewatkan pesona arsitektur unik masjid yang dibangun pada abad ke-18.
Kubah semi bulat yang lebih dikenal dan biasa digunakan di masjid, tidak terlihat menjadi patokan pembangunan masjid pada masa itu. Sementara, saat itu Melaka menjadi pusat penyebaran Islam di Nusantara, sekarang dikenal sebagai Asia Tenggara.
Sebaliknya, masjid tua ini menampilkan atap piramida tiga tingkat yang juga dikenal sebagai atap meru. Bangunan ini juga memiliki menara berbentuk pagoda yang dengan jelas mencerminkan elemen arsitektur China.
Perpaduan budaya dalam arsitektur tersebut dikaitkan dengan para pedagang yang berlayar ke Melaka, dari barat dan timur, termasuk China. Pada saat itu juga wilayah ini merupakan pusat perdagangan yang sibuk.
Dikutip dari Bernama, Rabu (7/4/2021), tiga masjid tertua Melaka, yakni Masjid Kampung Hulu, Masjid Tengkera, dan Masjid Kampung Keling, menjadi bukti adanya pengaruh arsitektur China dalam pembangunan masjid pada masa itu.
Masjid-masjid ini menggunakan ubin keramik dari zaman Dinasti Ching China. Ubin di Masjid Kampung Hulu contohnya, menampilkan ukiran elemen alam.
Imam Masjid Kampung Hulu, Zawawi Md Hanafi mengatakan setiap lapisan atap masjid berusia 300 tahun. Struktur bangunan masjid ini memiliki signifikansinya sendiri.
“Dari fondasi masjid hingga jenjang paling atas, setiap lapisan memiliki makna tersendiri, dengan mahkota masjid menjadi elemen simbolis yang menandakan hubungan antara masjid dan alam semesta dengan Sang Pencipta,” ujar pria berusia 47 tahun ini.
Ia mengatakan struktur bangunan dari setiap pintu menuju area salat mencerminkan lima prinsip Islam. Sementara, enam jendela masjid mencerminkan enam prinsip iman, sementara mimbar menyimbolkan keesaan Tuhan.
Zawawi mengatakan, alas masjid yang berbentuk persegi, atap meru bertingkat tiga, dan empat pilar utama memberikan dukungan yang cukup untuk “mahkota” di atas strukturnya.
Masjid tersebut menghadap kiblat, arah Kabah di Makkah. Tempat ibadah ini juga memiliki tempat di belakang, sebagai lokasi bagi jamaah berwudhu.
“Hal yang luar biasa dari ubin keramik yang digunakan untuk membangun atap masjid adalah bisa bertahan beberapa ratus tahun dan masih kokoh,” kata Zawawi.
Sebagian besar bahan bangunan asli yang digunakan dalam pembangunan Masjid Kampung Hulu, seperti kayu berkualitas tinggi, cangkang kerang dan keong yang digunakan untuk membangun puncak atap dan lantai terakota, kini sulit diperoleh untuk keperluan restorasi.
Selanjutnya, ia mengatakan pekerjaan pemeliharaan dan pemugaran masjid tua membutuhkan biaya tinggi. Pengelolaan harus mengacu pada Majelis Agama Islam Melaka dan Perusahaan Museum Melaka (Perzim), sebelum melakukan pemugaran.
Asisten kurator Perzim, Fairus Mamat mengatakan pemerintah federal telah menetapkan tujuh masjid di Melaka sebagai masjid warisan di bawah UU Warisan Nasional 2005.
Tujuh masjid tersebut adalah Masjid Kampung Hulu (di pusat kota Melaka), Masjid Tengkera (di Tengkera), Masjid Kampung Keling (di kota Melaka), Masjid Lama Machap (di Alor Gajah), Masjid Serkam Pantai (di Merlimau), Masjid An Nur (di Bukit Peringgit), dan Masjid Laksamana Hang Tuah (di Duyong).
Fairus mengatakan 56 masjid lain di negara bagian itu juga telah dikukuhkan sebagai masjid warisan di bawah Penetapan Restorasi Negara Melaka dan Konservasi Warisan Budaya. Sebagian besar masjid ini berusia lebih dari 50 tahun dan menampilkan desain arsitektur yang sama.
“Perzim berupaya mengembalikan warisan masjid dikukuhkan dalam peraturan negara, menggunakan bahan yang sesuai dengan kualitas asli, digunakan untuk mempertahankan tampilan aslinya agar bermanfaat bagi generasi mendatang,” katanya.
Adapun bagi masjid yang dikukuhkan di bawah UU Warisan Nasional, Perzim akan memantau secara ketat untuk memastikan bahwa mereka terawat dengan baik. [wip]