(IslamToday ID) – Aktivis pro-demokrasi Hong Kong, Nathan Law mengaku telah diberi suaka politik oleh pemerintah Inggris.
Law lari dan mengasingkan diri di Inggris sejak Juli lalu ketika China resmi memberlakukan UU Keamanan Nasional Hong Kong. UU itu ditujukan untuk membungkam dan memburu para pendukung demokrasi di Hong Kong.
“Setelah beberapa kali wawancara dalam empat bulan terakhir, Kementerian Luar Negeri telah memberi tahu saya bahwa permohonan suaka saya disetujui,” kata Law melalui akun Twitter-nya pada hari Rabu (7/4/2021) malam.
“Fakta bahwa saya diincar berdasarkan UU Keamanan Nasional menunjukkan bahwa saya menghadapi penganiayaan politik yang parah dan tidak mungkin kembali ke Hong Kong tanpa risiko,” tambahnya.
Pemberian suaka ini dipastikan banyak pihak semakin membuat relasi London dan Beijing merenggang.
Tak hanya itu, Inggris bahkan telah menyatakan membuka diri bagi warga Hong Kong yang merasa dirinya terancam pasca diberlakukannya UU Keamanan Nasional itu.
Inggris bahkan berjanji akan membantu warga Hong Kong pencari suaka untuk mendapat pekerjaan, rumah, dan sekolah.
London memperkirakan bahwa lebih dari 300.000 penduduk Hong Kong bisa bermukim di Inggris selama lima tahun ke depan.
Dikutip dari Reuters, Inggris menuduh China melakukan beberapa pelanggaran terhadap perjanjian pengambilalihan wilayah Hong Kong pada 1997 lalu. London menganggap UU Keamanan Nasional itu telah merusak otonomi Hong Kong.
Sementara itu, pemerintah Hong Kong pro-China menegaskan bahwa UU tersebut diterapkan demi menjaga keamanan wilayah tersebut yang terancam setelah demonstrasi pro-demokrasi selama berbulan-bulan pada 2019 lalu.
China juga terus menegaskan kepada negara Barat untuk berhenti mencampuri urusannya dengan Hong Kong.
Di sisi lain, warga Hong Kong memang merupakan investor asing terbesar kelima di pusat London. Komunitas warga Hong Kong telah menaikkan harga beberapa distrik populer di ibukota Inggris.
Bank of America memperkirakan penduduk Hong Hong yang pindah ke Inggris dapat memicu investasi sebesar 36 miliar dolar AS pada 2021. [wip]