(IslamToday ID) – Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China Zhao Lijian mengecam langkah Inggris memberikan suaka politik terhadap aktivis pro-demokrasi Nathan Law yang diburu oleh pemerintah Hong Kong.
Menurutnya, apa yang dilakukan Inggris sama saja dengan ikut campur urusan Hong Kong dan China secara “kasar”. Zhao juga menyebut Inggris sebagai ladang pelarian para penjahat dari Hong Kong.
Ia mengatakan pemberian suaka politik kepada Nathan Law oleh Inggris sama saja dengan memberi perlindungan terhadap seorang buron.
“Inggris jelas menjadi tempat pelarian untuk agitator kemerdekaan Hong Kong, di mana mereka memberikan tempat berlindung terhadap buron,” ujar Zhao seperti dikutip dari Channel News Asia, Jumat (9/4/2021).
Lebih lanjut, Zhao meminta Inggris untuk segera membatalkan pemberian suaka politik terhadap Nathan Law. Selain itu, ia kembali mengingatkan Inggris untuk tidak lagi ikut campur urusan internal Hong Kong dan China.
Diberitakan sebelumnya, Nathan Law akhirnya mendapatkan suaka politik dari Inggris usai empat bulan menjalani serangkaian wawancara dengan Kementerian Dalam Negeri setempat.
Sejak Juli lalu, Nathan Law berlindung di Inggris karena ia menjadi incaran pemerintah Hong Kong lewat UU Keamanan Nasional yang disahkan parlemen China.
Nathan Law sendiri adalah figur di balik salah satu organisasi demokrasi pemuda berpengaruh di Hong Kong, Demosisto. Organisasi itu ia bentuk bersama kawan-kawannya untuk memprotes kebijakan yang opresif dan membungkam kebebasan berpendapat di Hong Kong.
Namun, sejak ia dan rekan-rekannya diburu, Nathan Law memutuskan untuk membubarkan Demosisto demi keamanan bersama.
Nasibnya lebih beruntung dibandingkan beberapa rekan-rekan aktivisnya. Tidak semua berhasil kabur ke luar negeri seperti Nathan Law. Walau begitu, ia berharap Inggris bisa memberikan perlakuan serupa terhadap pencari-pencari suaka lainnya dari Hong Kong.
Keputusan pemerintah Inggris memberikan suaka politik pada Nathan Law tak ayal akan terus memanaskan tensi dengan China. Beberapa waktu terakhir, China menganggap Inggris terlalu ikut campur dalam urusan internal Hong Kong, mulai dari UU Keamanan Nasional hingga perubahan sistem elektoral.
Inggris sendiri menganggap China telah mengancam demokrasi Hong Kong. Menurut mereka, apa yang dilakukan China dengan UU Keamanan Nasional dan perubahan sistem elektoral melanggar perjanjian tahun 1997, di mana Inggris menyerahkan Hong Kong terhadap China.
Perjanjian kala itu, menurut pihak Inggris, mengatur bahwa China akan memastikan Hong Kong memiliki otonomi khusus dalam menjalankan pemerintahannya.
Sebagai negara yang dulunya memasukkan Hong Kong ke dalam persemakmurannya, Inggris memutuskan untuk memberikan perlindungan terhadap jutaan warga sana. Tahun ini, Inggris disebut akan membuka pintu untuk kurang lebih 5 juta imigran atau penyintas asal Hong Kong yang merasa situasi di negara asal mereka tak lagi aman.
Inggris tidak hanya menjanjikan tanda kependudukan, tetapi juga bantuan pekerjaan. Dikutip dari kantor berita Reuters, Inggris menganggarkan 43 juta poundsterling untuk membantu warga Hong Kong mendapatkan pekerjaan, rumah, dan sekolah untuk anak-anak mereka. [wip]