ISLAMTODAY ID—-Selama lebih dari seminggu, Israel telah menggempur Jalur Gaza dengan bom dan mengklaim targetkan “teroris” Hamas.
Namun faktanya rumah, toko buku, rumah sakit, dan laboratorium pengujian utama Covid-19 juga telah diratakan.
Pengeboman Israel yang sedang berlangsung di zona yang terkepung dengan menewaskan sedikitnya 213 orang termasuk 61 anak-anak, kemungkinan merupakan kejahatan perang, menurut Amnesty International, seperti dilansir dari MEE, Selasa (18/5).
Ribuan roket Hamas tanpa pandang bulu ditembakkan ke utara dari Gaza, yang telah menewaskan 12 orang, mungkin juga merupakan kejahatan perang, menurut kelompok hak asasi tersebut.
Untuk diketahui, Hamas memiliki bom yang sebagian besar dibuat dari bahan selundupan dan buatan sendiri yang berbahaya karena tidak dipandu.
Sedangkan, Israel memiliki kemampuan, persenjataan presisi, dan industri senjatanya sendiri yang sedang berkembang pesat. Bahkan, industri tersebut adalah pengekspor senjata terbesar kedelapan di planet ini.
Persenjataan militer Israel juga ditopang oleh impor senjata senilai miliaran dolar dari luar negeri.
Berikut daftar negara dan perusahaan yang memasok senjata ke Israel, terlepas dari rekam jejaknya atas tuduhan kejahatan perang.
Amerika Serikat
Amerika Serikat sejauh ini merupakan pengekspor senjata terbesar ke Israel.
Menurut database Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), antara tahun 2009-2020, lebih dari 70 persen senjata yang dibeli Israel berasal dari AS yang hanya mencakup senjata konvensional utama.
Menurut data SIPRI, AS telah mengekspor senjata ke Israel setiap tahun sejak tahun 1961.
Lebih sulit untuk melacak senjata yang benar-benar telah dikirim.
Namun, antara tahun 2013-2017, AS mengirimkan senjata senilai 4,9 miliar dolar AS ke Israel, menurut Campaign Against the Arms Trade (CAAT) yang berbasis di Inggris.
Bom buatan AS juga telah difoto di Gaza dalam beberapa hari terakhir.
Ekspor telah meningkat meskipun pasukan Israel berkali-kali dituduh melakukan kejahatan perang terhadap Palestina.
AS terus mengekspor senjata ke Israel ketika muncul pada tahun 2009, misalnya, bahwa pasukan Israel telah menggunakan amunisi fosfor putih tanpa pandang bulu pada orang-orang Palestina .
Menurut Human Right Watch, tindakan israel merupakan kejahatan perang.
Pada tahun 2014, Amnesty International menuduh Israel atas tuduhan yang sama serangan tidak proporsional yang menewaskan sejumlah warga sipil di Rafah, Gaza selatan.
Tahun berikutnya, nilai ekspor senjata AS ke Israel hampir dua kali lipat, menurut data SIPRI.
Presiden AS Joe Biden “menyatakan dukungannya untuk gencatan senjata” pada hari Senin (17/5), di bawah tekanan dari Senat Demokrat.
Tetapi juga muncul sebelumnya pada hari bahwa pemerintahannya baru-baru ini menyetujui 735 juta dolar AS dalam penjualan senjata ke Israel, Washington Post melaporkan.
Partai Demokrat di Komite Urusan Luar Negeri DPR AS diharapkan meminta administrasi menunda penjualan sambil menunggu tinjauan.
Dan di bawah perjanjian bantuan keamanan yang mencakup tahun 2019-2028, AS telah setuju dan tunduk pada persetujuan kongres untuk memberi Israel 3,8 miliar dolar AS setiap tahun dalam pembiayaan militer asing, yang sebagian besar harus dibelanjakan untuk senjata buatan AS.
Jumlah tersebut sekitar 20 persen dari anggaran pertahanan Israel, menurut NBC, dan hampir tiga per lima dari pembiayaan militer asing AS di seluruh dunia.
Namun AS terkadang juga memberikan dana tambahan, selain kontribusi tahunannya.
Untuk diketahui, AS telah memberikan tambahan 1,6 miliar dolar AS sejak tahun 2011 untuk sistem anti-rudal Iron Dome Israel, dengan suku cadang yang dibuat di AS.
“Israel memiliki industri senjata yang sangat maju yang kemungkinan dapat mempertahankan pemboman setidaknya untuk waktu yang singkat,” ujar Andrew Smith dari CAAT kepada Middle East Eye.
“Namun, pesawat tempur utamanya berasal dari AS,” tambahnya, mengacu pada jet tempur F-16 AS, yang terus menghantam Jalur itu.
“Bahkan jika kapasitas untuk membangunnya ada di Israel, mereka jelas membutuhkan waktu lama untuk berkumpul. Dalam hal amunisi, banyak di antaranya yang diimpor, tetapi saya berharap bisa diproduksi di Israel. Jelas, dalam skenario hipotetis ini, transisi untuk memproduksi senjata di dalam negeri akan memakan waktu dan tidak murah.”
“Tapi penjualan senjata tidak boleh dilihat secara terpisah. Mereka didukung oleh dukungan politik yang dalam,” ungkap Smith.
“Dukungan AS, khususnya, sangat berharga dalam hal menegakkan pendudukan dan melegitimasi kampanye pemboman seperti yang telah kita lihat beberapa hari terakhir ini.”
Menurut CAAT, daftar panjang perusahaan swasta AS yang terlibat dalam memasok senjata ke Israel termasuk Lockheed Martin; Boeing; Northrop Grumman; General Dinamycs; Ametek; UTC Aerospace; dan Raytheon.
Jerman
Eksportir senjata terbesar kedua ke Israel adalah Jerman.
Negara tersebut menyumbang 24 persen dari impor senjata Israel antara tahun 2009-2020.
Jerman tidak memberikan data tentang senjata yang dikirimkannya, tetapi mengeluarkan lisensi untuk penjualan senjata ke Israel senilai 1,6 miliar Euro (1,3 miliar pound sterling) dari tahun 2013-2017, menurut CAAT.
Data SIPRI menunjukkan Jerman menjual senjata ke Israel sepanjang tahun 1960-an dan 1970-an, dan telah melakukannya setiap tahun sejak tahun 1994.
Pembicaraan pertahanan pertama antara kedua negara dimulai pada tahun 1957, menurut Haaretz.
Surat Kabar tersebut mencatat bahwa pada tahun 1960, Perdana Menteri David Ben-Gurion bertemu di New York dengan Kanselir Jerman Konrad Adenauer dan menekankan “kebutuhan Israel akan kapal selam kecil dan rudal antipesawat”.
Sementara AS telah membantu banyak kebutuhan pertahanan udara Israel, Jerman masih menyediakan kapal selam.
Pembuat kapal Jerman ThyssenKrupp Marine Systems telah membangun enam kapal selam Dolphin untuk Israel, menurut CAAT, sementara perusahaan yang bermarkas di Jerman, Renk AG, membantu melengkapi tank Merkava Israel.
Kanselir Jerman Angela Merkel menyuarakan “solidaritas” dengan Israel dalam panggilan dengan Netanyahu pada hari Senin (17/5), menurut juru bicaranya.
Ia menegaskan kembali “hak untuk mempertahankan diri” negara terhadap serangan roket dari Hamas.
Italia
Berikutnya Italia menyediakan 5,6 persen dari impor senjata konvensional utama Israel antara tahun 2009-2020, menurut SIPRI.
Dari tahun 2013-2017, Italia mengirimkan senjata senilai 476 juta Euro (367 juta Pound sterling) ke Israel, menurut CAAT.
Kedua negara telah melakukan kesepakatan dalam beberapa tahun terakhir di mana Israel mendapatkan pesawat latih dengan imbalan rudal dan senjata lainnya, menurut Defense News.
Italia bergabung dengan negara-negara Eropa lainnya dalam mengkritik permukiman Israel di Sheikh Jarrah dan di tempat lain pada awal Mei lalu, tetapi negara itu terus mengekspor senjata.
Pekerja pelabuhan di Livorno pada hari Jumat (14/5) menolak untuk memuat kapal yang membawa senjata ke pelabuhan Ashdod di Israel, setelah diberitahu oleh LSM Italia The Weapon Watch tentang isi muatannya.
“Pelabuhan Livorno tidak akan menjadi kaki tangan dalam pembantaian rakyat Palestina,” ujar Unione Sindicale di Base dalam sebuah pernyataan.
Weapon Watch mendesak pihak berwenang Italia untuk menangguhkan “sebagian atau semua ekspor militer Italia ke wilayah konflik Israel-Palestina”.
AgustaWestland, anak perusahaan dari perusahaan Italia Leonardo, membuat komponen untuk helikopter serang Apache yang digunakan oleh Israel, menurut CAAT.
Kanada
Kanada menyumbang sekitar 0,3 persen dari impor senjata konvensional utama Israel antara tahun 2009-2021, menurut data SIPRI.
Jagmeet Singh dari Partai Demokrat Baru Kanada minggu lalu menyerukan Kanada untuk menghentikan penjualan senjata ke Israel sehubungan dengan kejadian baru-baru ini.
Kanada mengirim 13,7 juta dolar AS perangkat keras dan teknologi militer ke Israel pada tahun 2019, setara dengan 0,4 persen dari total ekspor senjata, menurut The Globe and Mail.
Britania Raya
Inggris, meskipun tidak ada dalam database SIPRI dalam beberapa tahun terakhir, juga menjual senjata ke Israel, dan telah melisensikan senjata senilai 400 juta pound sterling sejak tahun 2015, menurut CAAT.
LSM tersebut menyerukan Inggris untuk mengakhiri penjualan senjata dan dukungan militer kepada pasukan Israel dan menyelidiki apakah senjata Inggris telah digunakan untuk mengebom Gaza.
Jumlah sebenarnya ekspor Inggris ke Israel jauh lebih tinggi daripada jumlah yang tersedia untuk umum, karena sistem penjualan senjata yang tidak jelas, “lisensi terbuka.”
Untuk diketahui, lisensi terbuka pada dasarnya izin untuk mengekspor, yang menjaga kerahasiaan nilai senjata dan jumlahnya.
Smith dari CAAT mengatakan kepada MEE bahwa sekitar 30-40 persen penjualan senjata Inggris ke Israel kemungkinan dilakukan di bawah lisensi terbuka, tetapi “kami sama sekali tidak tahu” senjata apa atau bagaimana senjata itu digunakan.
“Kecuali jika Pemerintah Inggris meluncurkan penyelidikannya sendiri, maka tidak ada cara lain untuk menentukan senjata mana yang telah digunakan, selain mengandalkan foto yang muncul dari salah satu zona konflik terburuk di dunia – yang bukan cara tepat untuk industri senjata yang harus dimintai pertanggungjawaban, ,”ujar Smith dari CAAT.
“Cara kami mengetahui tentang kekejaman ini adalah dengan mengandalkan orang-orang di zona perang untuk mengambil foto senjata yang jatuh di sekitar mereka atau pada jurnalis,” ungkap Smith.
“Dan itu berarti bahwa kita selalu dapat mengasumsikan sejumlah besar senjata digunakan yang tidak akan pernah kita ketahui.”
Menurut CAAT, perusahaan swasta Inggris yang membantu memasok senjata atau perangkat keras militer ke Israel termasuk BAE Systems; Atlas Elektronik UK; MPE; Meggitt, Penny + Giles Controls; Redmayne Engineering; Senior PLC; Land Rover; and G4S.
Terlebih lagi, Inggris menghabiskan jutaan pound setiap tahun untuk sistem persenjataan Israel.
Elbit Systems, produsen senjata terbesar Israel, memiliki beberapa anak perusahaan di Inggris, seperti halnya beberapa produsen senjata AS.
Salah satu pabrik mereka di Oldham telah menjadi sasaran pengunjuk rasa pro-Palestina dalam beberapa bulan terakhir.
Banyak senjata yang diekspor oleh Inggris ke Israel – termasuk pesawat terbang, drone, granat, bom, misil, dan amunisi – adalah jenis senjata yang kemungkinan besar akan digunakan dalam kampanye pengeboman semacam ini, menurut pernyataan CAAT, mengacu pada pemboman yang sedang berlangsung.
“Ini bukan yang pertama kali,” tambahnya.
Sebuah tinjauan pemerintah pada tahun 2014 menemukan 12 lisensi untuk senjata yang kemungkinan digunakan dalam pemboman tahun itu di Gaza.
Sementara pada tahun 2010, Menteri Luar Negeri saat itu David Miliband mengatakan bahwa senjata yang dibuat di Inggris “hampir pasti” telah digunakan dalam kampanye pengeboman Israel tahun 2009 di zona tertutup Gaza.
“Kami tahu bahwa senjata buatan Inggris telah digunakan untuk melawan Palestina sebelumnya, tetapi itu tidak melakukan apa pun untuk menghentikan aliran senjata,” ungkap Smith.
“Harus ada penangguhan penjualan senjata dan peninjauan penuh apakah senjata Inggris telah digunakan dan jika mereka terlibat dalam kemungkinan kejahatan perang.”
“Selama beberapa dekade sekarang, pemerintah berturut-turut telah berbicara tentang komitmen mereka untuk pembangunan perdamaian, sambil terus mempersenjatai dan mendukung pasukan Israel,” tambah Smith.
“Penjualan senjata ini tidak hanya memberikan dukungan militer, mereka juga mengirimkan tanda yang jelas dari dukungan politik untuk pendudukan dan blokade serta kekerasan yang dilakukan.” (Resa/Middle East Eye)