ISLAMTODAY ID—China dapat memindahkan kendalinya di perbatasan Pasifik dan tidak ada satu hal pun yang dapat dilakukan AS untuk mengatasinya.
Menurut laporan media, landasan udara terlantar di pulau Pasifik terpencil di Republik Kiribati akan segera mendapatkan pembaharuan dari Republik Rakyat Cina.
Kedua negara menjalin kembali hubungan dua tahun lalu dan telah memulai proyek kerja sama baru, termasuk investasi infrastruktur serta perdagangan dan pertukaran budaya.
“Jika laporan itu benar, ini dapat memberi Beijing pangkalan udara di lokasi yang sangat strategis antara Amerika Utara dan Selandia Baru. Ini berpotensi memberikan jangkauan yang jauh lebih besar kepada militer China di seluruh wilayah yang kritis dan semakin tegang,” ungkap The War Zone melaporkan, seperti dikutip dari Asia-Pacific Research, Selasa (11/5/2021).
Media Reuters yang pertama kali melaporkan perkembangan China di Kiribati. Perkembangan tersebut meliputi perbaikan jembatan yang terkait dengan landasan udara, pada 5 Mei 2021, berdasarkan informasi dari politisi I-Kiribati Tessie Lambourne.
“Pemerintah belum membagikan biaya dan rincian lainnya selain studi kelayakan untuk rehabilitasi landasan pacu dan jembatan,” ujar Lambourne.
Untuk diketahui, Lambourne membentuk Partai Boutokaan Kiribati Moa (BKM) tahun lalu.
Menurut Reuters, partai BKM menentang Partai Tobwaan Kiribati milik Presiden Taneti Maamau.
“Oposisi akan mencari lebih banyak informasi dari [pemerintah] pada waktunya.”
Situs tersebut berada di pulau Kanton, juga dieja Kanton, bagian dari negara kepulauan Kiribati.
Saat ini, situs itu memiliki landasan pacu tunggal yang dapat digunakan secara resmi berukuran panjang 6.230 kaki, meskipun total panjang yang belum diperbaiki mendekati 8.000 kaki, berdasarkan citra satelit .
Pulau berbentuk pita, yang memiliki luas total hanya sekitar 15 mil persegi dan populasi sekitar 20, adalah bagian dari kelompok Kepulauan Phoenix Kiribati yang lebih luas.
Lebih lanjut, kepulauan tersebut tidak ada satupun yang berpenghuni.
Selama Perang Dunia II, landasan udara tersebut digunakan oleh Angkatan Udara AS sebagai bagian dari rute feri udara antara Hawaii dan Pasifik Selatan.
Setelah perang, operator sipil juga menggunakannya sebagai persinggahan trans-Pasifik.
Amerika Serikat juga memanfaatkan pulau itu untuk pelacakan luar angkasa dan rudal hingga akhir tahun 1960-an.
Saat ini, Bandara Pulau Canton hanya digunakan untuk keadaan darurat.
Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI), sebuah lembaga pemikir yang berbasis di Canberra yang sebagian didanai oleh Departemen Pertahanan Australia mencemaskan kepemilikan pulau itu.
Dalam artikel September 2020, Beijing memiliki kemungkinan merebut kembali dasar laut dan memperluas instalasi pulau di Kiribati serta membentenginya, seperti yang terjadi di beberapa pulau Laut Cina Selatan.
Lebih lanjut, artikel terssebut menuduh China “bergerak untuk mencapai kendali atas jalur komunikasi laut trans-Pasifik yang vital dengan kedok membantu pembangunan ekonomi dan adaptasi perubahan iklim.”
Pulau itu sebenarnya akan menjadi “kapal induk tetap”, menurut seorang analis militer.
Dan jika itu menjadi fasilitas militer, lapangan terbang kemungkinan besar akan digunakan sebagai pangkalan bagi kebanyakan drone pengintai tak berawak yang digunakan oleh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).
Itu juga bisa memegang komponen militer terbuka, termasuk kemampuan anti-akses dan penolakan area lainnya, seperti rudal permukaan-ke-udara atau rudal jelajah anti-kapal berbasis pantai.
Landasan pacu yang ada, setelah dimodernisasi, bisa cukup panjang untuk mendukung penyebaran pesawat tempur.
Namun, bagian yang ditingkatkan kemungkinan perlu diperpanjang hingga panjang 8.000 kaki penuh untuk mendukung pesawat patroli maritim atau bahkan pembom.
Selain itu, investasi besar juga diperlukan untuk mendukung infrastruktur guna mempertahankan segala jenis penyebaran yang bermakna dan berjangka panjang.
Infrastruktur tersebut termasuk hanggar, fasilitas pengisian bahan bakar dan pemeliharaan, serta akomodasi untuk awak udara dan personel darat.
Selain memberikan pijakan di lokasi yang strategis, rencana China untuk Kiribati juga dapat memengaruhi aksesnya ke zona ekonomi eksklusif yang luas di negara tersebut.
Untuk diketahui, ZEE negara Kiribati mencakup lebih dari 1,35 juta mil persegi dan beberapa tempat penangkapan ikan paling produktif di Pasifik.
Artikel ini ditulis oleh Dave Makichuk.
(Resa/Asia-Pacific Research)