ISLAMTODAY – Penjualan peralatan komunikasi 5G China ke sekutu AS mengancam kemampuan NATO untuk melindungi pasukannya di Eropa dan memastikan interoperabilitas militer nasional yang berbeda, meskipun AS membuat kemajuan dalam membujuk sekutu untuk menghindari perusahaan China, Panglima Sekutu Tertinggi NATO, Jenderal AS Tod Wolters mengatakan.
“Tujuan kami adalah untuk memastikan bahwa peralatan NATO dan elemen kekuatan NATO di masa depan aman dan dapat dioperasikan,” ungkap Wolters kepada Dewan Atlantik pada hari Rabu (9/6)
“Seperti yang diketahui banyak orang, dengan infus 5G atas nama China, itu tidak terjadi.”
Pada saat yang sama, Wolters melaporkan beberapa keberhasilan dalam upaya untuk menjauhkan sekutu AS dari peralatan China.
“Kami melihat beberapa tren sejauh menyangkut kontrak yang menunjukkan kepada kami dari perspektif 5G, banyak negara Eropa berpaling dari China dan lebih ke vendor lain yang menawarkan sistem yang lebih aman yang lebih dapat dioperasikan oleh NATO,” ujar Wolters, seperti dilansir dari Sputniknews, Rabu (9/6).
Walters ungkap Presiden Joe Biden tiba di Eropa untuk menghadiri KTT G7 akhir pekan di Inggris, diikuti oleh KTT NATO di Brussels dan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Jenewa.
Undang-undang yang ditujukan untuk melawan dorongan China untuk dominasi teknis, yang disetujui oleh Senat AS pada hari Selasa, akan melarang Departemen Perdagangan menghapus sanksi terhadap raksasa telekomunikasi China Huawei, pemimpin global dalam teknologi 5G.
Sanksi tersebut mencerminkan kekhawatiran AS bahwa peralatan Huawei menyediakan apa yang disebut sebagai pintu belakang yang memungkinkan intelijen China memata-matai pengguna.
Namun, laporan media menunjukkan bahwa beberapa sekutu AS, termasuk Inggris dan Jerman, siap untuk mengizinkan penjualan beberapa peralatan Huawei dibalik keberatan Washington.
(Resa/Sputniknews)