ISLAMTODAY ID–Pada 11 Juni, Atase Pertahanan kedutaan AS Kolonel Marcus M Ferrara mengunjungi Pangkalan Angkatan Laut Ream.
Pertemuan tersebut bertujuan untuk berkoordinasi dengan pejabat Kamboja menyusul persetujuan Perdana Menteri Hun Sen baru-baru ini dalam menghilangkan kekhawatiran tentang kehadiran militer China di pangkalan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Wakil Menteri Luar Negeri AS. Wendy R. Sherman.
Kunjungan itu singkat dan kedutaan telah mengeluarkan pernyataan yang mengklaim bahwa pejabat militer Kamboja menolak memberikan atase pertahanan (akses penuh ke pangkalan angkatan laut). Dalam pernyataan yang sama, kedutaan AS memperbaharui seruannya untuk kunjungan lain dalam kesempatan paling awal dengan akses penuh, seperti dilansir dari The Phnom Penh Post, Jumat (11/6).
Pada 11 Juni, The Post menulis surat kepada kedutaan untuk menanyakan tentang definisi “akses penuh” ke pangkalan militer dan apakah akses semacam itu pernah diberikan ke pangkalan militer asing non-sekutu – sebuah penyelidikan yang dilakukan oleh juru bicara kedutaan AS Chad. Roedemeier menjawab tanpa menjelaskan lebih lanjut: “Kami akan membiarkan pernyataan kami bertahan.”
Pada hari yang sama, The Post juga menekan kedutaan untuk rincian lebih lanjut tentang kunjungan tersebut, seperti apa yang telah atau tidak dilihat oleh atase pertahanan di pangkalan, tetapi juru bicara tidak memberikan jawaban.
Ia hanya mengatakan bahwa dia akan “keluar” kantor” hingga 15 Juli.
Dari pihak Kamboja, Jenderal Suon Samnang – wakil direktur jenderal Ministry of National Defence’s General Department of Politics and Foreign Affairs– mengatakan kepada The Post bahwa ia membawa atase pertahanan AS Kolonel Ferrara untuk mengunjungi Pangkalan Angkatan Laut Ream, melihat kapal dan sebuah bengkel yang dibangun dengan bantuan Australia.
Setelah itu, Kolonel Ferrara dibawa untuk melihat [gedung] rumah sakit, lokasi baru pusat komando garis depan komite laut terbuka di mana dia mencurigai kehadiran militer Cina, sesuai keinginannya.
“Kami menyiapkan lokasi-lokasi penting yang ingin dilihatnya dan menghilangkan kecurigaan mereka, seperti dugaan pangkalan militer China,” ujar Jenderal Samnang.
Jenderal militer Kamboja lainnya, Nem Sowath – penasihat menteri pertahanan Tea Bahn – juga mengungkapkan keterkejutan dan reaksinya terhadap kedutaan AS di Phnom Penh.
Dia mengatakan kepada The Post: “Apa yang kami lihat dari pernyataan kedutaan tidak berdasar dan tidak benar. Ini adalah kesalahpahaman besar untuk menafsirkan [tindakan kami hari ini] sebagai tidak kooperatif.”
Kin Phea (Direktur Jenderal International Relations Institute of Cambodia, RAC) percaya bahwa tidak ada negara yang dapat diberikan akses tanpa syarat kepada atase pertahanan asing seperti jaksa dengan surat perintah penggeledahan.
Harus ada modalitas bagaimana menyelesaikan isu dugaan kehadiran militer China tanpa melanggar rahasia militer negara berdaulat lain yang tidak relevan dengan isu kehadiran militer China.
“Kita tidak perlu berbicara tentang atase militer asing karena bahkan orang biasa tidak dapat memiliki akses ke pangkalan militer. Pertanyaan kami kepada AS, apakah AS akan membiarkan orang biasa memasuki 800 pangkalan militer mereka bahkan di luar AS?”
“Kamboja sudah menunjukkan sikap yang lembut untuk mengizinkan atase pertahanan mengunjungi pangkalan angkatan laut. Tapi seperti yang sudah mereka ketahui, militer adalah jantung dan jiwa dari keamanan suatu bangsa,” ujar Phea.
Baik Perdana Menteri Hun Sen dan Tea Banh telah berulang kali membantah spekulasi tentang kehadiran militer China.
Mereka menekankan bahwa Konstitusi Kamboja tidak mengizinkan pangkalan militer asing di wilayah Kerajaan.
(Resa/The Phnom Penh Post)