ISLAMTODAY ID-Sebelumnya intelijen AS memperkirakan bahwa setelah pasukan AS keluar dari Afghanistan, mqaka ibukota Kabul bisa jatuh dalam waktu enam bulan.
Lebih lanjut, pejabat pertahanan AS kini merevisi perkiraan itu.
Hal itu terjadi pada setelah minggu lalu melihat Taliban menyerbu delapan ibu kota provinsi hanya dalam waktu seminggu.
Sementara itu, para pejabat mengatakan kepada The Washington Post, jatuhnya Kabul kemungkinan dapat terjadi dalam 90 hari ke depan, menurut penilaian intelijen militer baru.
Bahkan beberapa pejabat menawarkan prediksi yang lebih mengerikan yaitu satu bulan.
Penilaian mengerikan tersebut datang sehari setelah seorang pejabat senior Uni Eropa secara luas dikutip mengatakan bahwa 65% wilayah negara itu sekarang berada di bawah kendali Taliban.
Untuk diketahui, sebagian besar wilayah Afghanisatan diperoleh tanpa perlawanan yang signifikan, mengingat banyak laporan pasukan nasional terlatih AS yang melarikan diri untuk mundur.
Lebih lanjut, juru bicara Pentagon John Kirby mengakui “tidak banyak” yang dapat dilakukan AS pada saat ini jika Angkatan Darat Afghanistan tidak mau melakukan lebih banyak perlawanan.
“Pemerintahan Biden sedang mempersiapkan ibu kota Afghanistan untuk jatuh jauh lebih cepat daripada yang dikhawatirkan hanya beberapa minggu yang lalu, karena disintegrasi keamanan yang cepat telah mendorong revisi penilaian intelijen yang memprediksi Kabul dapat dikuasai dalam waktu enam hingga 12 bulan setelah militer AS berangkat,” ungkap pejabat AS dan mantan pejabat yang mengetahui masalah tersebut, dikutip dari The Washington Post menulis Rabu (11/8), seperti dilansir dari ZeroHedge, Rabu (11/8).
Sementara itu, dengan prospeknya sedemikian rupa sehingga para pejabat AS sedang memperdebatkan apakah akan tetap membuka kedutaan besar dengan keamanan tinggi di Kabul.
Namun, mereka memastikan rencana tetap sama untuk tetap beroperasi dengan ratusan personel keamanan militer tambahan menjaganya.
Di tengah laporan berita harian tentang serangan cepat Taliban untuk merebut kembali negara itu, Presiden Biden mengatakan dia tidak menyesal. “Lihat kami menghabiskan lebih dari satu triliun dolar selama 20 tahun. Kami melatih dan melengkapi, dengan peralatan modern, lebih dari 300.000 pasukan Afghanistan.”
Dia mengindikasikan rencana tetap sama untuk mendeklarasikan ‘misi tercapai’ dengan peringatan 9/11 yang sangat simbolis.
Dia masih mendesak faksi dan pemimpin negara yang dilanda perang untuk bersatu dan “berjuang untuk bangsa mereka”.
Selain itu, pentagon minggu ini mengkonfirmasi bahwa tidak ada rencana untuk memanggil dukungan udara tambahan dalam membantu militer Afghanistan.
Tetapi jika Kabul secara langsung diancam atau dikepung, tidak jelas apakah rencana akan berubah.
Sekertaris Pers Pentagon John F. Kirby mengatakan pada hari Senin (9/8) bahwa pasukan Afghanistan sendirian pada saat ini: “Maksud saya, jika kita tidak memiliki pasukan di lapangan dalam kemitraan dengan mereka, dan kita – kami tidak bisa – kami – kami pasti akan mendukung dari udara, jika memungkinkan, tapi itu tidak bisa menggantikan pemimpin di lapangan, tidak ada pengganti untuk kepemimpinan politik di Kabul, tidak ada pengganti untuk menggunakan kemampuan dan kapasitas yang kami tahu mereka punya.”
Sementara itu, Taliban mengatakan tidak tertarik dalam pembicaraan gencatan senjata.
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan kepada Axios pada Rabu (11/8): “Kami tidak pernah menyerah pada taktik tekanan asing sebelumnya dan kami juga tidak berencana untuk menyerah dalam waktu dekat.”
(Resa/Axios/The Washington Post/ZeroHedge)