ISLAMTODAY — Media Asing menerbitkan laporan mengejutkan yang menuding bahwa kasus kematian akibat infeksi Covid-19 di Indonesia disebut lebih dari 500 persen atau lima kali lipat dari angka resmi versi pemerintah.
The Economist, memberikan estimasi angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia, sebanyak 280 ribu hingga 1,1 juta atau 500 persen dari angka resmi.
Untuk diketahui menurut data pemerintah Indonesia, pada Ahad (5/9) total kematian akibat infeksi virus corona mencapai 135.861 jiwa.
Selain Indonesia, The Economist menilai sejumlah negara juga mengalami perbedaan angka kematian versi pemerintah.
Seperti Amerika Serikat (AS) yang mencapai 900 persen, China 12 ribu persen, India 900 persen, dan Bangladesh 1.900 persen.
Data resmi AS kematian akibat Covid-19 mencapai 648.106, sementara angka kematian berlebih sebanyak 760 ribu hingga 840 ribu.
India, yang sempat dikritik lantaran menutupi data, mencatat angka kematian 440.533 dan estimasi angka kematian berlebih menyentuh 1,1 juta hingga 7,1 juta.
Adapun Bangladesh, melaporkan kematian akibat Covid-19 sebanyak 26.493, dan angka kematian berlebih mencapai 140 ribu hingga 620 ribu.
Sejumlah negara yang estimasi angkanya di bawah 100 persen, diantaranya Brasil 90 persen, Bulgaria 90 persen, Ceko 10 persen, Inggris 30 persen.
Perkiraan itu merupakan kumpulan data yang dihimpun untuk masing-masing negara. Perbedaan antara negara dalam skala dan frekuensi pengujian Covid-19, bersamaan dengan tingkat keparahan pandemi, menentukan jumlah kematian resmi kemungkinan sangat besar.
Data kematian berlebih sangat penting untuk membuat perbandingan antar negara secara seimbang, tulis The Economist.
Menurut laporan situs itu, banyak orang yang meninggal saat terinfeksi SARS-CoV-2 tidak pernah dites, dan tak masuk angka resmi.
Sebaliknya, kematian beberapa orang dikaitkan dengan Covid padahal memiliki penyakit lain yang mungkin telah menyebabkan mereka meninggal dalam jangka waktu yang sama.
The Economist melakukan pendekatan untuk menghitung kematian akibat Covid-19.
Metode standar yang digunakan untuk melacak perubahan kematian total adalah kematian berlebih atau exceeds death toll.
Angka tersebut merupakan kesenjangan jumlah orang yang meninggal di wilayah tertentu selama periode waktu tertentu, apapun penyebabnya, dan berapa banyak kematian yang diperkirakan jika keadaan seperti bencana alam atau wabah tak terjadi.
Meski jumlah kematian Covid-19 hari ini mencapai 4,6 juta, namun menurut perkiraan The Economist, jumlah korban sebenarnya sebanyak 15,2 juta.
“Kami menemukan bahwa ada 95 persen kemungkinan nilai kebenaran terletak antara 9,4 juta dan 18,2 juta kematian tambahan,” tulisnya.
Data itu masih dalam perhitungan kasar, karena menurut uraian media itu, menghitung seluruh kematian di dunia itu rumit. Termasuk data statistik yang dirilis unit sub nasional seperti provinsi atau kota. Dari 156 negara mereka hanya mendapat 84 negara.
Tak Akuratnya Data Covid-19
Tak hanya The Economist, sebuah studi di Israel juga menemukan kematian global akibat Covid-19 lebih tinggi dari data resmi pada Agustus lalu.
Perkiraan mereka soal satu juta kematian yang tak dilaporkan berdasarkan data dari 103 negara.
Para peneliti dari Universitas Hebrew Israel mengatakan tak akuratnya data di sejumlah negara dan pengurangan infeksi yang di sengaja menyebabkan banyaknya angka kematian yang tak dilaporkan.
Studi yang mengevaluasi fenomena tersebut di berbagai negara, diterbitkan dalam jurnal eLife.
Ekonom Israel, Ariel Karlinsky dan Dmitry Kobak mempelajari setengah negara di dunia untuk menanyakan angka kematian yang lebih tinggi selama pandemi dibanding waktu normal.
Data itu berdasarkan statistik dari tahun sebelumnya yang disesuaikan untuk mencerminkan perubahan populasi atau dikenal jumlah kematian berlebih.
“Di beberapa negara, biasanya negara yang sangat otoriter seperti Rusia, Belarus dan Nikaragua, secara halus dikatakan mereka mengaburkan kebenaran,” kata Karlinsky kepada The Times of Israel.
Karlinsky juga berkata, “Saya pikir mereka berbohong untuk menunjukkan kepada dunia bahwa mereka kuat dan semuanya terkendali.”
Di Rusia, menurut data resmi ada 110 ribu kematian akibat Covid, tetapi berdasarkan studi Israel ada 500 ribu kematian berlebih.
Sementara Belarus, mencatat 390 kematian yang dikonfirmasi. Namun berdasarkan penelitian itu ada 5.700 kematian berlebih.
Nikaragua yang hanya mencatat 140 kematian, berdasarkan studi ternyata ada 7.000 kematian berlebih.
Selain menyoroti kurangnya pelaporan, penelitian itu menekankan bahwa virus corona telah menyebabkan lebih banyak kematian daripada yang diperkirakan.
“Penelitian ini menunjukkan dengan jelas bahkan jika Anda tidak menetapkan kematian sebagai kematian Covid, ada peningkatan kematian yang sangat nyata di hampir semua negara yang kami selidiki,” tandas Karlinsky.
Sumber: The Economist, CNN