ISLAMTODAY — Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan junta militer Myanmar telah mengerahkan senjata berat dan pasukan dengan jumlah besar ke beberapa wilayah. Ini telah menghadirkan kekhawatiran mengenai nasib warga sipil.
Dilansir dari AFP, Kantor Komisi Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mengatakan pengerahan dua komandan berpangkat tinggi mewakili eskalasi yang mengkhawatirkan dalam situasi tersebut. Selain itu, akses internet juga diputus
“Laporan yang mengkhawatirkan menunjukkan bahwa telah terjadi pengerahan besar senjata berat dan pasukan oleh militer Myanmar, Tatmadaw, selama beberapa minggu terakhir,” pungkas juru bicara Komisi Ravina Shamdasani di Jenewa, Jumat (8/10/2021).
Pengerahan dilaporkan telah dilakukan ke Kanpetlet dan Hakha di negara bagian Chin, Kani dan Monywa di wilayah Sagaing tengah, dan Gangaw di wilayah Magway.
“Kami sangat prihatin dengan perkembangan ini, terutama mengingat serangan intensif oleh militer yang telah kami dokumentasikan selama sebulan terakhir di daerah-daerah ini,” ujar Ravina Shamdasani.
Shamdasani menambahkan bahwa ditemukan insiden pembunuhan terhadap warga. Ini merupakan pembalasan atas aksi-aksi milisi etnis yang sudah melakukan penyerangan.
“Ada laporan penangkapan massal, serta penyiksaan dan eksekusi singkat. Operasi pembersihan militer melibatkan penggunaan rentetan artileri dan serangan udara terhadap desa-desa,” tandasnya.
Militer Myanmar mengambil alih kekuasaan pada 1 Februari lalu dari kelompok sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi.
Suu Kyi dan partainya diklaim telah berbuat curang dalam pemilihan November lalu. Suu Kyi lalu dijadikan tahanan oleh junta.
Penahanannya yang dilakukan pihak militer memicu kemarahan publik yang luas. Massa berdemonstrasi meminta Suu Kyi dibebaskan dan militer menyudahi kudeta kekuasaan itu.
Namun, aksi demonstrasi ini mendapat perlakuan yang sangat keras dari pasukan junta militer. Setidaknya lebih dari 1.100 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejak kudeta tersebut, menurut kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.[AFP]