ISLAMTODAY ID-Rupanya Panglima berpikir bahwa Amerika Serikat memiliki semacam perjanjian atau “komitmen” untuk membela Taiwan dalam skenario serangan dari China.
Sama sekali tidak ada komitmen untuk melakukan hal seperti itu, tetapi sikap santai yang dilakukan Joe Biden di balai kota CNN 90 menit tadi malam bahwa dia siap mengirim pria dan wanita muda Amerika untuk mati di sebuah pulau di Pasifik Barat sangat mengejutkan dan sangat mengkhawatirkan.
Seorang siswa Loyola bertanya apa yang akan dilakukan Presiden Biden untuk “mengikuti militer China” setelah laporan pengujian rudal hipersonik, dan “apa yang dapat Anda lakukan untuk melindungi Taiwan?”
“Ya dan Ya,” ungkap presiden, seperti dilansir dari ZeroHedge, Jumat (22/10).
“Saya tidak ingin Perang Dingin dengan China, saya hanya ingin membuat China mengerti – bahwa kita tidak akan mundur, kita tidak akan mengubah pandangan kita…” – dan saat itulah Anderson Cooper memotong:
Cooper: “Apakah Anda mengatakan bahwa Amerika Serikat akan membela Taiwan jika China menyerang?”
Biden: “Ya. Ya, kami memiliki komitmen untuk melakukan itu.”
Meskipun setelah penekanan mengejutkan ini pada memiliki “komitmen” untuk berperang atas nama pulau kecil yang memiliki pemerintahan sendiri yang terletak lebih dari 7.000 mil jauhnya dari daratan AS, Cooper tidak menindaklanjuti dan hanya melanjutkan.
Seperti yang dicatat South China Morning Post sebagai tindak lanjut dari pertukaran tersebut, kata-kata Biden langsung memicu kebingungan atas kebijakan AS yang sudah berlangsung lama:
Meskipun Washington tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Taipei, hukum AS mengharuskannya mendukung upaya pulau itu untuk mempertahankan diri, termasuk melalui penjualan senjata.
Tetapi Undang-Undang Hubungan Taiwan tidak memasukkan komitmen eksplisit untuk campur tangan secara militer jika terjadi invasi atau serangan ke Taiwan oleh daratan.
…AS telah lama mempertahankan kebijakan ambiguitas strategis di Taiwan, memilih untuk tidak menyatakan apakah akan mengambil tindakan militer jika pulau itu diserang.
Strategi ini dirancang untuk mencegah Taiwan mengambil tindakan sepihak untuk mendeklarasikan kemerdekaan penuh, sementara juga menghalangi Beijing untuk secara sepihak berusaha mencaplok pulau itu.
“Ambiguitas strategis RIP,” Derek Grossman, seorang analis pertahanan senior di Rand Corporation, menulis dalam sebuah tweet segera setelah pernyataan Biden.
Tak perlu dikatakan lagi bahwa konfrontasi militer langsung dengan China di Pasifik Barat dan Laut China Selatan akan membuat kegagalan dan mimpi buruk Afghanistan selama 20 tahun menjadi pucat jika dibandingkan.
Lebih lanjut, belum lagi keruntuhan ekonomi dan perdagangan global yang tak terhindarkan sementara dua negara adidaya militer saling bertarung menggunakan senjata canggih satu sama lain seperti hipersonik.
(Resa/ZeroHedge)