ISLAMTODAY ID-Forces for Freedom and Change (FFC) mengeluarkan peringatan selama konferensi berita yang berusaha dicegah oleh massa tak dikenal di Suriah.
Sebuah faksi Sudan yang menyerukan pengalihan kekuasaan ke pemerintahan sipil memperingatkan pada hari Sabtu (23/10) tentang “kudeta merayap,” selama konferensi pers yang berusaha dicegah oleh gerombolan tak dikenal.
Sudan telah mengalami transisi genting yang dirusak oleh perpecahan politik dan perebutan kekuasaan sejak penggulingan presiden lama Omar al-Bashir pada April 2019.
Sejak Agustus 2019, negara itu dipimpin oleh pemerintahan sipil-militer yang bertugas mengawasi transisi ke pemerintahan sipil penuh.
Blok sipil utama, Forces for Freedom and Change (FFC), yang memimpin protes anti-Bashir, telah terpecah menjadi dua faksi yang berlawanan.
Faksi arus utama FFC mendukung transisi ke pemerintahan sipil, tetapi para pendukung faksi yang memisahkan diri telah meningkatkan seruan untuk “aturan militer”.
“Krisis yang ada direkayasa dan dalam bentuk kudeta yang merayap,” ujar pemimpin arus utama FFC Yasser Arman dalam konferensi pers di ibu kota, Khartoum, seperti dilansir dari MEE, Ahad (24/10).
“Kami memperbarui kepercayaan kami pada pemerintah, Perdana Menteri Abdalla Hamdok, dan mereformasi institusi transisi, tetapi tanpa dikte atau pemaksaan,” ungkap Arman.
Konferensi pers di kantor berita resmi Suna ditunda ketika kerumunan pengunjuk rasa mencoba untuk menghentikannya.
PM Bantah Rumor Reshuffle
Pada hari Kamis (21/10), puluhan ribu pengunjuk rasa berunjuk rasa di seluruh Sudan untuk melawan perkemahan selama seminggu yang mendukung pemerintahan pro-militer di Khartoum tengah.
Kritikus menuduh bahwa aksi duduk saingan telah diatur oleh tokoh-tokoh senior di pasukan keamanan, simpatisan Bashir dan “kontra-revolusioner” lainnya.
Ketegangan antara kedua belah pihak telah lama membara, tetapi perpecahan meningkat setelah upaya kudeta yang gagal pada 21 September.
Hamdok sebelumnya menggambarkan perpecahan itu sebagai “krisis terburuk dan paling berbahaya” yang dihadapi transisi.
Pada hari Sabtu (22/10), perdana menteri membantah desas-desus bahwa dia telah menyetujui perombakan kabinet, menyebutnya “tidak akurat”.
Dia juga menekankan bahwa dia “tidak memonopoli hak untuk menentukan nasib lembaga transisi”.
Juga pada hari Sabtu (22/10), Utusan Khusus AS untuk Tanduk Afrika Jeffrey Feltman bertemu bersama dengan Hamdok, ketua jenderal badan penguasa Sudan Abdel Fattah al-Burhan, dan komandan paramiliter Mohamed Hamdan Daglo.
“Feltman menekankan dukungan AS untuk transisi demokrasi sipil sesuai dengan keinginan yang diungkapkan rakyat Sudan,” ujar kedutaan AS di Khartoum.
Feltman juga mendesak mereka “untuk berkomitmen kembali untuk bekerja sama” sesuai dengan kesepakatan pembagian kekuasaan 2019 dan kesepakatan damai 2020 dengan kelompok pemberontak yang menguraikan transisi.
(Resa/MEE)