ISLAMTODAY ID-Presiden AS Joe Biden telah berjanji untuk mengadakan pembicaraan panjang dengan timpalannya dari Rusia Vladimir Putin tentang masalah Ukraina, sambil bersikeras dia tidak akan menerima “garis merah” dari Moskow.
“Kami sudah lama mengetahui tindakan Rusia [mengenai Ukraina] dan harapan saya adalah kami akan berdiskusi panjang dengan Putin,” ujar Biden Jumat (3/12) malam saat dia berangkat untuk perjalanan ke Camp David, seperti dilansir dari RT, Sabtu (4/12).
“Saya tidak menerima garis merah siapa pun,” tambah presiden itu dengan mengacu pada “garis merah” yang telah diuraikan Moskow awal pekan ini karena beberapa pemungut cukai Barat menyarankan bahwa pertikaian militer di Ukraina sudah dekat.
Pada hari Kamis (2/12), kementerian luar negeri negara itu mengklaim bahwa blok militer telah meyakinkan Rusia bahwa mereka tidak akan bergerak “satu inci” lebih jauh ke timur pada akhir Perang Dingin.
Terlepas dari janji itu, NATO terus tumbuh sejak itu, mencakup negara-negara anggota baru yang semakin dekat dengan perbatasan Rusia.
Lebih lanjut, Ukraina berulang kali menyatakan minat untuk bergabung dalam beberapa tahun terakhir.
Kementerian menekankan bahwa “satu-satunya pilihan untuk menyelesaikan situasi saat ini” adalah NATO mengesampingkan ekspansi lebih lanjut ke perbatasan Rusia serta menghentikan pembangunan militer yang sedang berlangsung di depan pintu Moskow.
Bulan lalu, pemerintahan Biden memperingatkan para pejabat Eropa bahwa Rusia dapat mempertimbangkan sebuah “invasi” ke Ukraina timur, dengan Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengancam “konsekuensi serius” jika terjadi “agresi” di sana.
Moskow telah menolak prediksi tersebut sebagai tidak berdasar, tetapi telah menyuarakan beberapa kekhawatiran tentang kemungkinan konflik internal pecah di Donbass Ukraina yang dilanda perang.
Rusia telah menuduh Barat “mendorong” Ukraina untuk memulai konflik bersenjata dengan memindahkan peralatan militer NATO lebih dekat ke perbatasan.
Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov juga mengklaim pasukan Ukraina telah menggunakan roket buatan AS saat mereka memerangi separatis di timur negara itu, dengan alasan bahwa dugaan bantuan AS meningkatkan kemungkinan perang saudara besar-besaran.
(Resa/RT)