ISLAMTODAY ID-Pemerintah Israel pada hari Ahad (26/12) menyetujui rencana USD 317 juta (Rp 4,5 T) untuk menggandakan populasi pemukim Yahudi di Dataran Tinggi Golan yang diduduki.
Kabinet Perdana Menteri Naftali Bennett memberikan suara mendukung rencana tersebut, yang diumumkan pada bulan Oktober, yang bertujuan untuk membangun 7.300 rumah pemukim di wilayah tersebut selama periode lima tahun, selama pertemuan yang diadakan di komunitas Mevo Hama di Golan.
Rencana hari Ahad (26/12) menyerukan 1 miliar shekel Israel akan dihabiskan untuk perumahan, infrastruktur dan proyek lainnya dengan tujuan menarik sekitar 23.000 pemukim baru Yahudi ke daerah tersebut.
“Tujuan kami hari ini adalah menggandakan populasi Dataran Tinggi Golan,” ujar Bennett dari sayap kanan menjelang pertemuan, seperti dilansir dari MEE, Ahad (26/12)
Perdana Menteri Israel Naftali Bennett telah mengumumkan negaranya bermaksud untuk menggandakan jumlah pemukim yang tinggal di Dataran Tinggi Golan yang diduduki dengan rencana jutaan dolar yang dimaksudkan untuk lebih mengkonsolidasikan cengkeraman Israel di wilayah yang direbutnya dari Suriah lebih dari lima dekade lalu.
Berbicara pada sesi Kabinet khusus yang diadakan di Dataran Tinggi Golan pada hari Ahad 9, Bennett mengatakan pengakuan oleh pemerintahan Trump atas kedaulatan Israel atas petak tanah, dan indikasi pemerintahan Biden bahwa pada saat ini tidak akan membatalkan keputusan itu, mendorong investasi baru di daerah.
“Ini momen kita. Ini adalah momen Dataran Tinggi Golan,” ujar Bennett, seperti dilansir dari
TRTWorld, Ahas (26/12).
“Setelah bertahun-tahun yang panjang dan statis dalam hal cakupan pemukiman, tujuan kami hari ini adalah menggandakan pemukiman di Dataran Tinggi Golan.”
Memegang kendali Israel atas wilayah itu akan memperumit setiap upaya di masa depan untuk menjalin perdamaian dengan Suriah, yang mengklaim Dataran Tinggi Golan.
Bennett mengatakan perang di Suriah membuat gagasan kontrol Israel atas wilayah itu lebih dapat diterima oleh sekutu internasionalnya, dengan mengatakan alternatifnya akan jauh lebih buruk.
Pengakuan AS
Israel menduduki Dataran Tinggi Golan dalam perang Timur Tengah 1967 dan kemudian mencaplok wilayah tersebut, mempromosikan pemukiman dan pertanian di sana serta menciptakan industri pariwisata lokal yang berkembang.
Lebih lanjut, hal itu menyebabkan pengusiran 131.00 warga Suriah dari kota Quneitra dan Fiq dan sekitar 137 desa dan 112 pertanian, menurut angka resmi Suriah.
Saat ini, hanya empat desa Suriah yang masih diduduki, di mana hampir 20.000 warga Suriah dari komunitas Druze menghadapi banyak proyek pemukiman Israel, termasuk membangun turbin angin di lahan pertanian mereka.
Sementara itu, AS adalah negara pertama yang mengakui kedaulatan Israel atas Golan, yang oleh masyarakat internasional dianggap sebagai pendudukan Israel.
Israel telah lama berargumen bahwa wilayah penting yang strategis itu, untuk semua tujuan praktis, telah sepenuhnya terintegrasi ke dalam Israel sejak wilayah itu direbut dari Suriah dan bahwa kontrol dataran tinggi strategis diperlukan sebagai perlindungan dari Iran dan sekutunya di Suriah.
Puluhan ribu orang Israel tinggal di Dataran Tinggi Golan, yang juga merupakan rumah bagi sejumlah desa Druze Suriah, beberapa di antaranya menentang kontrol Israel.
Israel mencaplok Dataran Tinggi Golan dan menerapkan hukum Israel atas wilayah tersebut selama pemerintahan perdana menteri sayap kanan Menachem Begin pada tahun 1981, dalam langkah sepihak yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.
Pada tahun 2019, pemerintahan presiden AS saat itu Donald Trump mengumumkan akan mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan.
Akibatnya, Israel telah menamai sebuah pemukiman kecil yang terdiri dari 20 rumah mobil dengan nama Trump.
Pemerintahan Presiden Joe Biden menegaskan pada bulan Juni bahwa kebijakan AS saat ini mengenai Dataran Tinggi Golan tidak akan berubah.
Selain itu, ia menyangkal laporan media bahwa pihaknya berencana untuk membalikkan pengakuan klaim Israel atas wilayah tersebut.
(Resa/MEE/TRTWorld)