ISLAMTODAY ID —Pertemuan para menteri luar negeri ASEAN ditunda di tengah ketidaksepakatan mengenai Myanmar, situasi ini dapat dimanfaatkan Barat untuk dapat lebih menekan negara-negara asia tenggara ini untuk berbalik melawan China.
Penundaan pertemuan ini erat hubungannya dengan kunjungan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen ke Myanmar.
Pertemuan itu seharusnya berlangsung pada 18-19 Januari di kota Siem Reap, Kamboja utara.
Ini akan menjadi forum ASEAN pertama yang diselenggarakan oleh negara tersebut. Namun, pada 12 Januari, juru bicara Kementerian Luar Negeri Kamboja Koy Kuong mengumumkan penundaan pertemuan tersebut.
Juru bicara tersebut menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut, tetapi diketahui bahwa Malaysia, Singapura, dan Filipina tidak sepenuhnya mendukung kunjungan Hun Sen ke Myanmar, dan bahkan mengkritiknya secara tidak langsung.
Hun Sen mengadakan pembicaraan dengan kepala junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, dan tidak mengadakan pertemuan dengan perwakilan oposisi, termasuk Aung San Suu Kyi.
Dalam sebuah wawancara dengan wartawan pekan lalu, Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah menyarankan agar Hun Sen sebagai ketua ASEAN harus berkonsultasi dengan para pemimpin asosiasi lainnya dan meminta pandangan mereka tentang apa yang harus dia coba dan capai di Myanmar.
Meski demikian Malaysia tetap percaya bahwa kunjungan Hun Sen ke Myanmar akan menghasilkan solusi konstruktif.
Terlepas dari posisi “tunggu-dan-lihat” Malaysia, beberapa negara khawatir bahwa kunjungan tersebut dapat dilihat sebagai pengakuan regional terhadap junta.
Kementerian Luar Negeri Singapura mengumumkan bahwa dalam pembicaraan melalui tautan video sehari sebelumnya, Perdana Menteri Lee Hsien Loong mendesak presiden baru ASEAN untuk berdialog dengan semua pihak yang terlibat dalam konflik di Myanmar, termasuk partai Aung San Suu Kyi.
Lee mencatat bahwa semua usulan Kamboja sebagai Ketua ASEAN harus dibahas secara rinci oleh para menteri luar negeri ASEAN.
ia juga menyampaikan harapan bahwa Kamboja akan mempertimbangkan pandangan Singapura dan para pemimpin ASEAN lainnya.
Filipina menyatakan sikap yang sama dengan Malaysia dan Singapura, dengan Menteri Luar Negeri Teodoro Locsin mengatakan pada hari Minggu bahwa dia melihat Aung San Suu Kyi sebagai sosok yang “sangat diperlukan” dari setiap negosiasi antara pihak-pihak yang berseberangan di Myanmar, meskipun dia dijatuhi hukuman penjara empat tahun.
Dia menekankan bahwa akses utusan khusus ke semua pihak terkait, tidak boleh memiliki syarat apapun.
Locsin juga mengumumkan niatnya untuk bekerja dengan rekan-rekan ASEAN-nya dalam beberapa minggu mendatang untuk mencapai dialog antara semua pemangku kepentingan di Myanmar dan membuat kemajuan.
Krisis Myanmar Dapat Sebabkan Keretakan di ASEAN
Krisis di Myanmar bukanlah hal baru dan tentunya tidak akan memiliki solusi yang cepat. Terlepas dari kenyataan ini, beberapa jenis konsesi di ASEAN masih perlu ditemukan.
Dalam skenario terburuk, jika jalan menuju solusi tidak dibuka, keretakan, bahkan perpecahan, akan muncul di ASEAN.
Jika negara-negara ASEAN tidak mencapai kesepakatan tentang Myanmar, kekuatan asing dapat memanfaatkan krisis internal untuk mendominasi asosiasi tersebut.
Tentunya ini akan sangat berbahaya karena dapat memicu gelombang konflik di antara para anggotanya.
Peran China Selesaikan Konflik Myanmar
Salah satu surat kabar terkemuka Myanmar, The Irrawaddy, mencatat upaya China untuk mendukung dialog antara Myanmar dan ASEAN untuk menyelesaikan krisis politik di negara itu.
The Irrawaddy, juga mengakui bahwa kunjungan Hun Sen ke Myanmar memicu reaksi beragam di Myanmar dan luar negeri karena kontaknya dengan pemerintah militer.
Surat kabar itu mengutip juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wen yang mengatakan bahwa Beijing mendukung penciptaan kondisi yang menguntungkan yang merupakan saluran untuk menyelesaikan masalah.
Juru bicara itu juga mengatakan bahwa agar utusan ASEAN dapat memenuhi tanggung jawabnya, China bekerja untuk mencapai konsensus antara Myanmar dan ASEAN.
Karena negara-negara ASEAN bergantung pada China untuk pengembangan infrastruktur dan ekonomi mereka, tentu saja setiap negara di Asia Tenggara akan lebih mendengarkan solusi dari China ini. (Rasya)