ISLAMTODAY ID-Utusan Beijing untuk PBB mengatakan pakta AUKUS tiga arah menimbulkan risiko proliferasi nuklir.
China telah dituduh AS, Inggris, dan Australia melakukan transfer bahan nuklir yang berisiko di bawah pakta AUKUS.
Duta besar Beijing untuk PBB meminta badan pengawas atom untuk membuat kesepakatan itu dengan pengawasan yang lebih besar.
Setelah pertemuan Dewan Gubernur Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) pada hari Senin (12/9), utusan PBB Wang Qun mengatakan misi China telah meminta diskusi formal tentang “transfer bahan nuklir dalam konteks AUKUS dan pengamanannya dalam semua aspek di bawah NPT [Nuclear Non Proliferation Treaty].”
“AUKUS melampaui rezim non-proliferasi internasional yang ada dan mandat Sekretariat IAEA. Masalah ini tidak boleh ditangani oleh tiga negara saja dan harus ditangani oleh negara-negara anggota IAEA,” ungkapnya, seperti dilansir dari RT, Selasa (13/9).
Lebih lanjut, dia menambahkan bahwa ketiga negara “telah mengabaikan diskusi terkait AUKUS pada pertemuan Dewan IAEA.”
Amerika Serikat, Inggris dan Australia menandatangani perjanjian ‘AUKUS’ tiga arah tahun lalu, di mana dua negara terakhir berjanji untuk membantu Canberra mendapatkan kapal selam bertenaga nuklir.
Kesepakatan itu sangat kontroversial pada saat itu, membuat Australia membatalkan kontrak yang sebelumnya dibuat untuk menerima kapal selam buatan Prancis, sebuah langkah yang memicu kemarahan diplomatik dari Paris.
Menanggapi tuduhan serupa dari China pada bulan Agustus, AS, Inggris dan Australia berkomitmen untuk melakukan transfer bahan nuklir yaitu uranium yang diperkaya tinggi untuk digunakan di reaktor kapal selam – “dengan cara yang memenuhi non -standar proliferasi.”
“Unit daya yang digunakan oleh kapal selam dirancang sedemikian rupa sehingga pemindahan bahan nuklir akan sangat sulit dan akan membuat unit daya, dan kapal selam, tidak dapat dioperasikan,” ujar ketiga negara dalam kertas kerja yang dikirim ke PBB, memastikan transfer akan aman.
Namun, Wang tetap mendesak IAEA untuk tetap “netral” secara politik dan “terus menyediakan platform untuk mengatasi risiko proliferasi AUKUS,” kemudian menuduh ketiga negara “menghambat kinerja IAEA atas tugasnya dan merusak ketertiban hubungan internasional, multilateralisme dan perdamaian dunia.”
(Resa/RT)