ISLAMTODAY ID- Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada hari Selasa (22/11) melaporkan krisis Ukraina dan krisis Karibia berbeda, tetapi tetap berbicara tentang bentrokan antara Rusia dan kolektif Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat.
“Krisisnya berbeda, meskipun dulu dan sekarang kita berbicara tentang bentrokan antara kita dan kolektif Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Memang elemen ini mirip, tapi di sisi lain nuansanya tentu saja, berbeda,” ungkap Peskov menjawab pertanyaan wartawan, seperti dilansir dari Sputniknews, Rabu (23/11).
Dia juga mencatat bahwa selama pembicaraan Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Kuba Miguel Diaz-Canel Bermudez, topik krisis Karibia tidak akan menjadi topik utama.
“Dan, tentu saja, pelajaran dari krisis Karibia telah dipelajari secara adil dan akan terus dipelajari, tetapi ini tidak akan menjadi hal utama dalam negosiasi. Tetap saja, hubungan Rusia-Kuba memiliki awal yang sangat baik saat ini dan prospek yang bagus untuk masa depan. Inilah yang akan dibahas,” tegas Peskov.
Krisis misil Kuba terjadi pada Oktober-November 1962, setelah Uni Soviet mengerahkan misil balistiknya di pulau itu, menanggapi penyebaran serupa di Italia dan Turki oleh AS.
Setelah Presiden John Kennedy diperlihatkan foto-foto pengawasan rudal berujung nuklir Soviet di Kuba (hanya 90 mil dari pantai Florida), dia memerintahkan pulau itu dikarantina.
Dunia ditakuti oleh prospek perang nuklir skala penuh, namun Moskow dan Washington berhasil mencapai kesepakatan dan secara besar-besaran menurunkan ketegangan mereka untuk menghindari krisis semacam itu di masa depan.
Situasi di Timur Tengah
Mengomentari operasi Turki baru-baru ini, Peskov mencatat bahwa Ankara dan Moskow memiliki beberapa ketidaksepakatan dalam hal-hal yang berkaitan dengan memastikan keamanan di Suriah, tetapi kemitraan antara kedua negara memungkinkan perbedaan ini didiskusikan secara terbuka dan konstruktif.
“Ada nuansa tertentu dalam pendekatan Rusia dan Turki terhadap keadaan di Suriah dan pertanyaan yang kewajibannya tidak dipenuhi berdasarkan memorandum Sochi yang sama. Nuansa ini, terkadang bahkan perbedaan pendapat, berulang kali dibahas oleh kedua presiden,” ungkap Peskov, menjawab bagaimana Kremlin memperlakukan pernyataan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bahwa pihak Rusia tidak memenuhi kewajibannya untuk “membersihkan” wilayah Suriah dari kelompok bersenjata Kurdi berdasarkan kesepakatan tahun 2019.
Dia juga mencatat bahwa “hubungan yang ramah dan bersahabat dengan Turki” memungkinkan diskusi “terbuka dan konstruktif” tentang perbedaan-perbedaan ini.
Sebelumnya, utusan presiden Rusia untuk Suriah Alexander Lavrentyev mengatakan bahwa Moskow meminta Ankara untuk menahan diri sehubungan dengan serangan di wilayah Suriah, dan ketegangan tidak dapat dibiarkan meningkat.
(Resa/Sputniknews)