Kepulauan Maluku merupakan surga rempah-rempah. Lada, Pala dan Cengkeh di tanah ini menjadi primadona berbagai negeri di kepulauan Melayu, bahkan di negeri-negeri muslim di Timur Tengah hingga bangsa Eropa, seperti Portugis.
Di Eropa, konsumsi rempah-rempah menunjukan kelas sosial yang tinggi. Pala bahkan menjadi obat dari wabah ‘Black Death’ yang merenggut 60 persen populasi penduduk Eropa.
Tingginya kebutuhan akan rempah-rempah menjanjikan keuntungan yang menggiurkan. Keuntungan perdagangan rempah-rempah di Eropa bisa mencapai 32 ribu persen dari harga beli di Kepulauan Maluku.
Dengan kata lain, jika lima kapal besar berangkat dari Eropa menuju Kepulauan Maluku, kembali dengan muatan penuh, kemudian di tengah perjalanan empat kapal tenggelam. Maka keuntungan satu kapal yang tersisa tidak hanya cukup untuk menutup kerugian, bahkan cukup untuk kembali berlayar dan membeli rempah-rempah sebanyak lima kapal penuh.
Tidak mengherankan jika setelah menaklukan Malaka, Portugis ingin menguasai Kepulauan Maluku.
Pada mulanya, mereka hanya berdagang seperti bangsa-bangsa asing lainnya. Tapi lambat laun keserakahan mereka membuat gelap mata. Mereka dengan intrik politiknya yang licik dan keji membunuh Sultan Khairun Penguasa Kerajaan Islam Ternate, demi mewujudkan ambisi menguasai Kepulauan yang menjadi surga rempah-rempah ini.
Patah Hilang, Tumbuh Berganti, begitu kata pepatah Melayu. Wafatnya Sultan Khairun, justru memunculkan pemimpin kesultanan Islam ternate. Dia adalah Sultan Ba’abullah.
Sultan Ba’abullah berkuasa tahun 1570 hingga 1583 M. Sejak, dinobatkan sebagai Sultan ia gencar melawan Portugis. Ia bertekad membebaskan seluruh wilayah Timur dari cengkraman Portugis.
Simak dan tonton video ini selengkapnya