JAKARTA, (IslamToday.id) — Sejumlah organisasi non pemerintah (NGO) bidang hukum memberikan catatan penting atas pidato kenegaraan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, di gedung DPR dan DPD RI, pada Jumat.
Catatan ini disampaikan oleh 16 kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Amnesty International Indonesia.
Jaringan LBH dan YLBHI menilai pidato Presiden Jokowi, sapaan Joko Widodo, jauh dari kenyataan sehari-hari yang dihadapi sebagian besar masyarakat Indonesia.
LBH dan YLBHI menyesalkan Presiden Jokowi yang tidak menyebut sama sekali kepolisian dan kejaksaan ketika menginginkan perbaikan lembaga “peradilan”. Seolah Presiden memahami proses peradilan hanya pada pengadilan. Padahal prosesnya melibatkan kepolisian dan kejaksaan, dua lembaga penting dalam proses peradilan.
Catatan LBH dan YLBHI, masih sering terjadi penyiksaan dalam proses penyidikan dan mandeknya proses hukum dalam kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan kasus kekerasan aparat terhadap masyarakat sipil.
“Dalam banyak catatan masyarakat, kriminalisasi berbagai hak masyarakat melalui proses peradilan masih banyak terjadi, termasuk dengan kasus salah tangkap dan tuntutan, dan diskriminasi perempuan dan masyarakat adat, buruh, dan petani,” kata Arip Yogiawan, dalam siaran persny, Sabtu (17/8).
Inovasi dan reformasi pengadilan masih jauh dari harapan, demikian pernyataan LBH-YLBHI.
“Rakyat dan advokat yang pernah berperkara ke pengadilan akan tahu pungli masih di mana-mana, kuatnya kecenderungan suap, semua menghambat akses masyarakat terhadap keadilan. Bahkan tidak jarang pengadilan menjadi alat untuk merampas hak rakyat dan sarana impunitas,” tandas Arip.
Catatan lainnya, LBH dan YLBHI menyesalkan Presiden tidak menyinggung kelompok buruh yang sebagian besar tidak menikmati upah layak, rentan dipecat dan dikriminalkan karena berserikat. Presiden hanya mengajak semua masyarakat untuk berkarya dan mewujudkan mimpi dan cita-cita bersama.
Kelompok ini mendesak pemerintah dan DPR untuk memprioritaskan pengesahan RUU Perlindungan dari Kekerasan Seksual dan RUU Masyarakat Adat.
Jaringan LBH yang memberi catatan adalah LBH Banda Aceh, Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, Jakarta, bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Makassar, Manado, Papua, dan Palangka Raya.
Amnesty Internasional
Sementara Amnesty International Indonesia menilai pidato kenegaraan Presiden Jokowi lebih banyak mengandung retorika. Di antaranya pernyataan Presiden yang mengapresiasi penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).
Menurut Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, kinerja penegakan HAM oleh aparat penegak hukum mendapatkan sorotan negatif.
“Jangankan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang ada, kasus-kasus HAM baru pun masih terjadi,” ujar Usman Hamid, dalam siaran persnya, Sabtu (17/8).
Dari pengamatan Usman, tidak ada satupun kasus pelanggaran HAM diselesaikan oleh pemerintahan Jokowi. Instruksi Presiden kepada Menkopolhukam dan Jaksa Agung tidak ditindaklanjuti.
Selama 2019, kerap terjadi kasus pelanggaran HAM. Diantaranya diskriminasi dan kekerasan terhadap kelompok minoritas dan kekerasan paska rusuh 21-22 Mei 2019 oleh aparat keamanan saat menangani protes di depan kantor Bawaslu, Jakarta.