JAKARTA, (IslamToday ID) – Pidato perdana Presiden Jokowi tidak menyinggung sama sekali isu tentang Papua dan penuntasan kasus HAM. Isi pidatonya pun menjadi sorotan karena dinilai tidak serius dalam menuntaskan dua isu tersebut.
“Ya pasti sangat menyayangkan. Kita baru saja berjuang untuk menjadi anggota Dewan HAM PBB, tapi begitu terpilih malah Presiden tidak serius menempatkan isu HAM sebagai isu strategis nasional. Kan ini kontradiktif,” ujar Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, Senin (21/10/2019).
Ia menilai kebijakan Jokowi terkait
penegakan HAM tak konsisten di periode kedua ini. Padahal, pada periode pertama
Jokowi menjadi presiden isu HAM menjadi salah satu yang masuk dalam nawacita.
“Kebijakan program periode kepemimpinan kedua ini tidak
konsisten dengan kebijakan di periode kepemimpinan pertama yang menempatkan
penegakan HAM sebagai salah satu kebijakan nawacita. Tentu keluarga korban
pelanggaran HAM yang berat, para pegiat HAM serta Komnas HAM isu ini tetap
menjadi salah satu prioritas,” ucapnya.
Taufan kemudian menyinggung soal isu
Papua yang juga tak ada dalam pidato Jokowi. Menurutnya, penting bagi pemerintah
untuk fokus menyelesaikan konflik dan kekerasan di Papua.
“Yang tak kalah pentingnya adalah kebijakan dialogis kepada
masyarakat Papua yang terus bergolak. Pemerintah perlu fokus menyelesaikan
konflik dan kekerasan di Papua serta mengupayakan tindakan afirmatif kepada
masyarakat Papua,” jelas Taufan.
Ia meminta Jokowi lebih serius melakukan pencegahan terhadap
tindakan kekerasan dalam masyarakat dalam bentuk apapun. Taufan berharap
potensi pelanggaran HAM dapat dikurangi.
“Kami juga mengingatkan pemerintah terpilih untuk mengupayakan secara serius pencegahan penggunaan kekerasan di masyarakat, praktik diskriminasi dan persekusi. Penegakan hukum mesti dikedepankan sehingga pelanggaran hak asasi manusia dapat dikurangi. Yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga ruang demokrasi yang belakangan ini semakin mengkhawatirkan,” tutur Taufan.
Suara senada juga dilontarkan oleh Komisi
Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). KontraS menilai ada
sejumlah makna dari tak diangkatnya isu HAM dalam pidato Jokowi.
Makna pertama ialah HAM tidak dapat tempat dan negara tidak memberi tempat.
“Tidak disinggungnya hak asasi manusia dalam pidato politik
Jokowi menegaskan dua hal, HAM tidak dapat tempat dan negara (presiden) tidak
memberinya tempat. Disebutnya HAM selama ini hanya sebagai barang jualan
kampanye semata. Sebagaimana dagangan, ia akan selesai ketika barangnya
terjual,” ujar Kabiro Pemantauan dan Penelitian KontraS, Rivanlee Anandar.
Makna berikutnya, kata Rivanlee, isu HAM
sudah selesai karena bisa membuat Jokowi-Ma’ruf meraih lebih banyak suara
dibanding Prabowo-Sandi saat Pilpres 2019. Ia menilai negara saat ini malah
menganggap HAM sebagai penghambat.
“Tidak dibahasnya HAM dalam pidato Jokowi menunjukkan bahwa
ia telah selesai dengan HAM, karena tugas HAM sebagai sumber suara sudah usai.
Setelah terpilih, ia lupa sebagaimana nawacita yang pada periode pertamanya
selalu digaungkan tentang hak asasi manusia yang kini tidak jelas
juntrungannya. Negara seolah menganggap HAM sebagai penghambat dalam melakukan
sesuatu, padahal HAM adalah keharusan dalam mempertimbangkan sebelum, saat,
bahkan sesudah memutuskan sebuah kebijakan,” ujarnya.
Rivanlee kemudian menyinggung sikap pemerintah yang begitu memamerkan ketika Indonesia terpilih menjadi anggota Dewan HAM PBB. Ia menganggap sikap pemerintah berlebihan, padahal penegakan HAM sendiri masih menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia. (wip)
Sumber: Detik