JAKARTA, (IslamToday ID) – Arah pemberantasan korupsi dinilai semakin suram setelah adanya revisi UU KPK. Dengan adanya revisi UU tersebut, KPK berhasil dilumpuhkan, dilemahkan, dan kehilangan independensi.
Hal itu diungkapkan oleh praktisi hukum, Denny Indrayana saat memberikan kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Islam Assyafiiyah (UIA), Jakarta, Jumat (1/11/2019). Denny memaparkan materi bertema “Arah Pemberantasan Korupsi Pasca-Revisi UU KPK”.
Denny yang merupakan Guru Besar Tamu Melbourne University Law School itu menyayangkan sikap Presiden Jokowi yang tak kunjung menerbitkan Perppu KPK. Ia mempertanyakan komitmen Jokowi dalam pemberantasan korupsi. “Komitmen Presiden dalam memberantas korupsi dapat dilihat dari terbit atau tidaknya Perppu,” kata Denny.
“Jika Perppu penyelamatan tidak kunjung diterbitkan, maka komitmen antikorupsi Jokowi patut dipertanyakan,” tambahnya.
Selain itu, Denny juga mengomentari proses uji materi UU KPK yang sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi (MK). Ia menilai kecil kemungkinan uji materi itu bisa menyelamatkan KPK.
“Saya harus optimistis tapi realistis bahwa upaya uji materi di MK sulit untuk dimenangkan, karena butuh hakim progresif untuk bisa membatalkan revisi UU KPK,” tutur Denny.
Sementara, pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti menilai keliru jika alasan Jokowi tidak mengeluarkan Perppu karena UU KPK masih dalam proses judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurutnya, Jokowi sebagai pimpinan
eksekutif tidak bersentuhan dengan MK yang berada pada ranah yudikatif.
Jokowi memiliki hak untuk mengeluarkan Perppu sebagai sebuah keputusan politik.
Sedangkan, MK wewenangnya adalah menguji konstitusionalitas sebuah produk UU.
“Kalau Presiden bilang menunggu MK, itu keliru dan menyesatkan.
Itu terlalu mengada-ada,” kata Bivitri.
Ia juga mempertanyakan alasan kesopansantunan
dalam ketatanegaraan. “Saya yakin 100 persen, mengeluarkan Perppu itu tidak
akan membuat MK tersinggung. Mau jaga kesopanan apa?” ujar Bivitri.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas,
Feri Amsari juga mempertanyakan dalih Jokowi tersebut. Sebab, ia menilai proses
revisi hingga penanganan isu pelemahan KPK syarat akan perilaku tidak sopan
santun.
Di antaranya, tidak dilibatkannya KPK dalam proses revisi UU
KPK, pengesahan UU KPK oleh sidang Paripurna DPR yang tidak memenuhi kuorum,
pengabaian lima nyawa korban dalam aksi penolakan revisi UU KPK, dan penunjukan
langsung anggota Dewan Pengawas pertama. “Saya pertanyakan adab sopan santun
Presiden itu,” kata Feri. (wip)
Sumber: Kumparan.com, Republika.co.id