JAKARTA, (IslamToday ID) – Stok beras milik Bulog sebanyak 20.000 ton yang akan dimusnahkan karena terancam busuk terus mendapat sorotan. Bulog pun memberikan klarifikasi dan membeberkan penyebab dari kondisi beras impor tersebut hingga akhirnya tak bisa tersalurkan.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Tri Wahyudi mengatakan, ada beberapa penyebab, pertama, salah satu lokasi gudang Bulog di suatu daerah terkena banjir. Bencana tersebut turut merusak kualitas beras itu.
“Banyak faktor, ada di satu daerah yang kena banjir, itu berpengaruh,” kata Tri di kantornya, Jakarta, Selasa (3/12/2019).
Kedua, pengalihan program bantuan sosial (bansos) dari beras sejahtera (rastra) ke Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
“Tadi pengalihan dari rastra ke BPNT itu pengaruh juga. Kan dari 2,3 juta ton (penyaluran untuk bansos), sekarang jadi 300.000 ton, kan banyak. Dan beras itu kan barang mudah rusak. Coba taruh beras di rumah sebulan, rusak tidak? Rusak lah. Apalagi BPNT dari 2017 untuk 45 kota, itu kan pengaruh ya, di antaranya,” jelas Tri.
Ketiga, jarangnya rapat koordinasi terbatas yang dipimpin Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sejak pergantian menteri baru, sehingga sampai saat ini Bulog belum menerima arahan dalam menyalurkan cadangan beras pemerintah (CBP). “Belum (ada penugasan lagi), tanya Pak Menteri yang baru saja,” ujarnya.
Meski begitu, Tri mengatakan bahwa pihaknya akan terus berjuang dalam segmen komersial perusahaannya. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menyeimbangkan kinerja keuangan perusahaan yang juga harus menjalankan segmen penugasan atau public service obligation (PSO).
“Tapi kita nggak berkecil hati, kita tetap jual komersial. Makanya tadi Pak Buwas menegaskan 2020 kita menguatkan komersial,” tutup Tri.
Sementara, anggota
Komisi IV DPR RI, Ono Surono menilai apa yang dilakukan Perum Bulog adalah
peringatan kepada pemerintah untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan
impor pangan khususnya beras. “Hal ini harus menjadi catatan pemerintah
untuk hati-hati dalam melakukan kebijakan impor beras,” ujar Ono.
Politisi PDI Perjuangan ini menyebutkan, seharusnya
pemusnahan 20.000 ton beras oleh Bulog tidak perlu dilakukan. Menurut Ono,
keputusan yang diambil Perum Bulog adalah soal sinergi data di antara pihak
terkait. Dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian
Pertanian (Kementan), dan Badan Pusat Statistik (BPS).
“Faktor utamanya adalah data pertanian pangan yang
berbeda-beda dari Mendag, Mentan, dan BPS,” jelasnya. (wip)
Sumber: Rmol.id, Gelora.co