JAKARTA, (IslamToday ID)
– Mekanisme penyadapan dan
penggeledahan yang dilakukan KPK pasca operasi tangkap tangan (OTT) terhadap
Komisioner KPU Wahyu Setiawan masih menjadi perdebatan. KPK menyebut semua mekanisme dilakukan dalam periode lama dengan dasar UU No 30/2002.
Padahal, ketika pimpinan KPK saat ini dilantik
sudah berlaku UU
No 19/2019 yang merupakan perubahan UU No
30/2002. Salah satu poinnya adalah
penyadapan dan penggeledahan harus seizin Dewan Pengawas (Dewas)
KPK.
Pakar hukum Universitas Padjajaran (Unpad), Romli Atmasasmita menyebut ketika UU No 19/2019 disahkan, maka UU yang sebelumnya ada otomatis tidak berlaku. Hal tersebut berdasarkan pasal 70C UU No 19/2019 tentang KPK.
Bunyinya, “Pada saat UU ini berlaku, semua tindakan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan
berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU ini.”
“Dengan demikian, penyadapan yang
dilakukan sebelum disahkan UU KPK baru, dan dijadikan dasar OTT sesudah
diberlakukannya UU No 19 Tahun 2019 menjadi tidak sah,” ujar Romli, Selasa (14/1/2020).
Termasuk juga dalam kegiatan penyelidikan, kata Romli, harus dilakukan dengan seizin Dewas KPK. “Jika kegiatan penyelidikan berupa penggeledahan yang dilakukan KPK tidak mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas, maka semua bukti yang disita otomatis batal demi hukum,” tegasnya.
Sementara itu, pakar hukum
dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda mengingatkan kepada KPK
bahwa dalam OTT itu baik penyadapan dan penggeledahan sudah harus mendapat izin
Dewas.
“UU KPK resmi
berlaku dan mewajibkan penyadapan harus mendapatkan izin Dewan Pengawas, maka
bukti penyadapan yang dikantongi KPK tetap tidak sah,” ujar
Chairul.
Bukti adanya izin dari Dewas, katanya, menjadi
penting untuk dimiliki komisioner
KPK. Hal ini akan berguna jika kasus OTT itu dibawa ke meja praperadilan.
“Karena menganggap penyadapan,
penggeledahan dan penyitaan tidak mengantongi izin Dewan Pengawas, penggugat
berpotensi memenangkan gugatan,” jelasnya.
“Karena seluruh bukti yang diperoleh KPK dari hasil OTT
ikut menjadi tidak sah atas nama hukum,” tambah Chairul. (wip)
Sumber: Rmol.id, Detik.com