JAKARTA, (IslamToday ID) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) keberatan dan menolak keras draf Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja yang menghapus kewajiban produk bersertifikat halal.
Bagi MUI, jika berbicara masalah politik dan ekonomi maka tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama.
“Di dalam pasal 29 ayat 1 UUD 1945 dikatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini artinya apa saja yang kita lakukan dan kebijakan apa saja yang kita buat, apakah itu dalam bidang politik dan atau ekonomi, dia tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama. Bahkan ia harus mendukung bagi tegaknya ajaran agama itu sendiri, terutama agama Islam yang merupakan agama mayoritas dari penduduk di negeri ini (87,17 persen),” kata Sekjen MUI Anwar Abbas, Selasa (21/1/2020).
Ia menilai rencana
penghapusan kewajiban produk harus bersertifikat halal menandakan
ketidakhadiran negara. Ini dianggap tidak baik bagi hubungan pemerintah dengan
rakyat.
“Dan kalau
seandainya itu terjadi, di mana pemerintah tidak lagi hadir untuk membela hak-hak rakyatnya, maka
tentu hal ini akan menyeret dan akan menimbulkan ketegangan hubungan antara
rakyat (umat Islam) dengan pemerintah. Dan itu jelas tidak
baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini ke depannya,” jelas Anwar.
Ia juga merasa keberatan atas rencana penghapusan kewajiban sertifikat halal itu, karena dikhawatirkan memancing kegaduhan masyarakat. Pemerintah, kata Anwar, seharusnya fokus mempertahankan dan meningkatkan program yang selama ini telah berjalan.
“Oleh karena itu, mengembangkan pemikiran untuk menghapus sertifikat halal dalam kehidupan ekonomi dan bisnis, ini tentu jelas-jelas akan sangat potensial memancing kekeruhan dan kegaduhan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Karena ini jelas-jelas mengabaikan dan tidak lagi menghormati kepentingan umat Islam yang merupakan penduduk mayoritas di negeri ini,” ujarnya.
MUI Jawa Barat juga menyayangkan usulan pemerintah menghapus kewajiban produk bersertifikat halal di Omnibus Law.
“Kalau memang seperti itu rencananya, kami sangat menyayangkan. Soal produk halal, itu bukan hanya MUI, itu kan sudah ada Undang-Undang tentang Badan Jaminan Produk Halal (BJPH),” ucap Sekretaris Umum MUI Jabar Rafani Achyar.
Ia menuturkan aturan terkait sertifikat halal ini selain diatur melalui UU RJPH, juga sudah diatur dalam peraturan menteri hingga peraturan presiden. Hanya, memang aturan tersebut belum dieksekusi mengingat penyelenggara belum siap dari sisi SDM hingga sistem.
“Jadi kalau ada rencana lagi mau dihapus, ya ini mau bagaimana logikanya pemerintah. Undang-undang yang ada saja belum dilaksanakan, ini sudah mau dihapus,” ucapnya.
Menurut Rafani, penggunaan sertifikat halal pada sebuah produk itu bertujuan baik. Sertifikat halal diberikan agar masyarakat khususnya umat Islam tidak terjebak pada makanan yang mengandung unsur haram sesuai ajaran Islam.
“Sementara sekarang banyak beredar makanan yang tidak halal, makanan yang dicampur unsur haram, itu banyak dikonsumsi. Masyarakat, umat Islam mengkonsumsi produk bukan tidak tahu hukum halal-haram, tapi dia tidak tahu dan tidak menyadari kalau produk itu mengandung unsur haram. MUI tampil untuk membela umat jangan sampai terjebak pada makanan-makanan yang haram itu. Produk makanan halal itu bukan untuk orang Islam, justru diminati juga oleh orang nonmuslim. Maka kami mempertanyakan ada apa ini? Belum-belum sudah dicabut,” tambah Rafani. (wip)
Sumber: Detik.com, Antaranews.com