JAKARTA, (IslamToday ID) – Ada beberapa catatan yang perlu dievaluasi maupun diapresiasi terkait 100 hari kinerja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Demikian dikatakan oleh analis politik dari Lembaga Survei Kedai Kopi, Hendri Satrio, Rabu (29/1/2020).
Menurut Hendri, salah satu kebijakan yang bertolak belakang dari janji kampanye Jokowi adalah soal perampingan birokrasi. Menurutnya, janji Jokowi untuk melakukan perampingan birokrasi dipertanyakan karena pembentukan kabinet awal yang gemuk.
“Tercatat, kabinet Jokowi memiliki 34 menteri. Jumlah tersebut merupakan yang terbanyak di negara Asia Tenggara. Itu belum ditambah dengan pejabat setingkat menteri yang berjumlah delapan orang dan wakil menteri yang berjumlah 12 orang. Serta penunjukan staf khusus sebanyak tujuh orang yang dinilai oleh banyak orang mubazir,” jelas Hendri.
Pengamat politik jebolan Universitas Paramadina ini juga menganggap kepala negara seperti bagi-bagi kue di pemerintahannya dengan memberikan kursi strategis di kementerian kepada para pendukungnya saat Pilpres 2019.
“Jokowi juga dianggap memberikan kursi terlalu banyak terhadap pengurus
partai politik di dalam kabinetnya. Hal yang dianggap akan merisikokan
munculnya konflik kepentingan dalam pengambilan kebijakan,” jelasnya.
Hendri menambahkan, Jokowi memang berencana untuk menghapus
pejabat eselon III dan IV di lingkungan kementerian atau lembaga yang tidak
memiliki tugas dan fungsi yang spesifik, khususnya anggaran dan
legalisasi. “Di atas kertas hal ini merupakan hal yang produktif, karena
terkait dengan efisiensi kinerja. Namun diperlukan konsistensi, sehingga
perampingan birokrasi tidak tebang pilih,” tandasnya.
Belum tampak adanya gebrakan kebijakan yang bisa rakyat
Indonesia kagumi dari 100 hari kerja pertama Presiden Jokowi di periode kedua ini.
Sementara itu, analis politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin menyebut 100 hari kerja Jokowi-Ma’ruf baru sebatas memperkokoh rekonsiliasi dan mengamankan posisi, serta belum banyak bergerak melakukan hal besar. “100 Hari yang masih sepi dengan kebijakan-kebijakan hebat. Masih belum banyak
melakukan kebijakan fundamental,” katanya.
Direktur Indonesia Political Review ini bahkan mencatat dalam 100 hari
kerja Jokowi, rakyat malah disuguhkan dengan
kebijakan kontroversial yang dianggap menyengsarakam rakyat kecil. “Bahkan 100 hari rakyat disuguhi kenaikan iuran BPJS hingga 100
persen, kenaikan tol, dan akan dinaikannya harga gas 3 kg. 100 Hari Jokowi juga diwarnai banyak
munculnya kasus korupsi di BUMN,” bebernya.
Ujang juga melihat 100 hari kerja Jokowi memperlihatkan KPK
tak berdaya mengusut kasus dugaan suap yang melibatkan kader PDIP dan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. “Juga 100 hari KPK yang
tak berdaya mengusut kasus Harun Masiku,” urainya.
Ujang pun mengingatkan pemerintah agar dapat merealisasikan janji kampanye pada
Pilpres 2019 lalu dalam kerja besar membangun Indonesia. “Selama janji
kampanyenya dilaksanakan, maka pemerintah akan baik-baik saja. Namun jika
pemerintah banyak bohong, tentu rakyat bisa marah,” pungkasnya. (wip)
Sumber: Rmol.id