MINAHASA
UTARA, (IslamToday ID) – Polisi menangkap enam warga dalam kasus perusakan balai pertemuan
umat Islam (sebelumnya
disebut mushala) di Minahasa
Utara, Sulawesi Utara (Sulut). Tiga orang diamankan di Polres
Minahasa Utara dan tiga lainnya dibawa ke Polda Sulut.
“Sampai saat ini
penyidik sudah mengamankan enam
orang yang diduga sebagai pelaku perusakan balai pertemuan di Perumahan Griya
Agape. Tiga diamankan di Polda, tiga masih di Polres Minahasa Utara,” kata Kabid
Humas Polda Sulut Kombes Pol Jules
A Abast, Kamis
(30/1/2020)
malam.
Sejauh ini,
Jules baru mengungkap inisial tiga warga yang diamankan, yaitu Y, yang diduga
provokator, dan NS serta HK, yang diduga ikut merusak balai pertemuan. Tiga
warga lainnya, lanjut Jules, baru diamankan sore kemarin. “Untuk
(identitas) yang tiga warga lagi, sampai saat ini masih didalami, sekaligus
perannya,”
imbuhnya.
Jules menuturkan kepolisian memiliki waktu 1 x 24 jam pasca penangkapan untuk menentukan status hukum mereka. “Diduga para pelaku melanggar pasal 170 juncto pasal 406 KUHP subsider pasal 55, 56 KUHP terkait perusakan secara bersama-sama,” terangnya.
Sebelumnya diberitakan, viral video yang menunjukkan sejumlah orang merusak
ruangan yang disebut sebagai mushala di Perumahan Griya Agape, Desa Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Minahasa Utara,
Sulut. Polisi telah meluruskan bangunan tersebut bukan masjid atau mushala, melainkan balai pertemuan umat Islam setempat.
Soal masalah balai pertemuan yang dijadikan mushala di Perumahan Griya Agape ini sebenarnya bukan masalah baru. Pada Juli
2019, ibadah umat Islam di balai pertemuan itu dihentikan kepala desa karena
tak mengantongi izin. Tempat itu berizin balai pertemuan, bukan mushala.
Kembali ke peristiwa yang terjadi baru-baru ini, perusakan terhadap balai
pertemuan itu terjadi Rabu (29/1/2020) sekitar pukul 18.20 WITA.
Awal kejadian, warga sekitar mendatangi balai pertemuan itu untuk menanyakan
perizinan sebagai tempat ibadah.
“Memang datang warga masyarakat, dari sekitar Perum Griya Agape ke balai
pertemuan umat muslim Al Hidayah, menanyakan terkait perizinan tempat ibadah
tersebut. Namun dari warga yang ada di balai pertemuan tersebut terjadi
perdebatan dan tidak bisa menunjukkan perizinan, karena itu memang belum ada
izin menjadi tempat ibadah. Karena itu memang bukan
tempat ibadah,” tutur Jules.
Perdebatan antara warga dan pengurus balai menghangat hingga
akhirnya terjadi perusakan. Setelah perusakan, lalu digelar rapat antara
Forkompimda Minahasa Utara dan Sulut.
Hasil pertemuan itu menghasilkan beberapa kesepakatan. Pertama, surat perizinan tempat pertemuan menjadi tempat ibadah akan dilakukan pengurusan secara resmi, diproses oleh Pemkab Minahasa Utara. Kedua, jika perizinan sudah lengkap, bupati akan menandatangani perizinan. Ketiga, akan dilakukan perbaikan di balai pertemuan umat Islam oleh masyarakat, termasuk TNI/Polri akan membantu. Dan terakhir, sambil menunggu perizinan, sementara umat Islam di lingkungan tersebut beribadah di rumah masing-masing. (wip)
Sumber: Detik.com, Antaranews.com