(IslamToday ID) — Jiwasraya tengah menjadi sorotan karena kerugian yang tengah membelilitnya, sebenarnya Jiwasraya tidak sendirian ada 11 BUMN lain yang juga merugi. Namun kerugian Jiwasraya termasuk yang paling besar senilai Rp15,83 triliun. Lantas langkah apa yang perlu diambil oleh pemerintah? Perlu dan mampukah holdingisasi asuransi dilakukan untuk selamatkan Jiwasraya?
Jiwasraya merupakan BUMN yang menjual jasa bisnis asuransi dengan sejumlah privilese yang menguntungkan Jiwasraya. Baik itu modal pendanaan maupun kepercayaan dari nasabah. Statusnya sebagai lembaga asuransi milik negara misalnya membuat semua kalangan mempercayakan sepenuhnya keamanan program Jiwasraya.
Itu merupakan salah satu sebab Program Jiwasraya Saving Plan begitu mudah mendapatkan 17 ribu pemegang polis, 7 juta nasabah termasuk 470 warga negara asing dari Korea Selatan. Namun BUMN ini dinilai tidak mampu menjalankan amanahnya terbukti adanya tunggakkan klaim Rp 802 miliar per Oktober 2018 dan meningkat menjadi Rp 12,4 triliun pada Desember 2019.
BUMN Indonesia saat ini pun hanya terpacu bagaimana caranya mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya untuk negara, itu termasuk Jiwasraya. Jiwasraya memilih menyimpan dana nasabahnya dalam bentuk saham, yang justru menjadi kebijakan yang membuatnya gagal bayar.
Padahal tugas BUMN ialah mengelola kekayaan negara untuk kesejahteraan rakyat. Salah satu faktor yang menyebabkan BUMN kita menjadi berambisi mendapatkan laba ialah besaran utang mereka pada negara. Pada tahun 2018, misalnya dari 149 BUMN dan 750 anak perusahaan BUMN, total keuntungan yang bisa disetorkan kepada negara hanya 200 triliun. Sementara utang BUMN kepada negara ditahun yang sama mencapai 5.000 triliun.
Sejumlah pihak berpendapat bahwa praktek holdingisasi semestinya diberlakukan hanya untuk BUMN yang sehat. Pemerintah perlu mendata ulang BUMN-BUMN yang ada dan membaginya dalam dua kelompok yakni BUMN yang sehat, menghasilkan laba dan tidak sehat alias yang selalu merugi. Hal ini untuk mencegah terjadinya praktek korupsi di perusahaan yang tergabung dalam holdingisasi.
Praktek holdingisasi berarti adanya pengalihan aset BUMN dalam bentuk saham. Sudah seharusnya perlu dilakukan kajian matang, minimal untuk periode lima hingga sepuluh tahun ke depan. Pemerintah diharapkan melakukan rapat dengar pendapat dengan DPR terlebih dahulu. Agar tidak terjadi aksi lempar tanggungjawab jika terjadi kesalahan di kemudian hari. Holdingisasi semestinya tetap menempatkan pemerintah sebagai pemilik saham mayoritas dan bukan sebaliknya.
Beberapa dampak holdingisasi BUMN yang semestinya diwaspadai oleh pemerintah ialah terhambatnya diversifikasi bisnis. Holdingisasi tidak menjamin adanya biaya operasional yang murah apabila anak usaha tidak sehat secara keuangan. Oleh karena itu beberapa ahli ekonomi menganggap holdingisasi berdasarkan sektor belum tentu berhasil menciptakan efisiensi anggaran.
Lantas adakah praktik holdingisasi yang terbilang sukses dilaksanakan oleh suatu negara? Khazanah di Malaysia dan Tamasek di Singapura terbilang sukses. Namun keduanya tidak mempraktekan berdasarkan prinsip sektor usaha yang sama melainkan kinerja perusahaan yang ada didalamnya.
Faktanya, perusahaan asuransi yang berstatus BUMN di Indonesia kini sedang tidak sehat seperti yang dialami oleh Jiwasraya dan AJB Bumiputera 1912. Akankah wacana TASPEN selamatkan Jiwasraya akan berhasil?.
Penulis: Kukuh Subekti