JAKARTA, (IslamToday ID) – Rencana pembuatan terowongan bawah tanah yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral di Jakarta yang disetujui Presiden Jokowi hangat menjadi perbincangan. Sebenarnya bagaimana sejarahnya tempat ibadah dua agama itu bisa berdiri berdekatan?
Sebelum
Istiqlal dibangun, Gereja Katedral lebih dulu dibangun di sekitar Pasar Baru,
tepatnya di Taman Wilhelmina. Sekarang masuk di Kecamatan Sawah Besar, Jakarta
Pusat. Seperti dikutip dari laman resmi Katedral Jakarta, Gereja Katedral memiliki
nama resmi Santa Maria Pelindung Diangkat Ke Surga, De Kerk van Onze Lieve
Vrouwe ten Hemelopneming.
Gedung gereja ini diresmikan pada 1901 dan dibangun dengan arsitektur neogotik
dari Eropa, yakni arsitektur yang sangat lazim digunakan untuk membangun gedung
gereja beberapa abad yang lalu.
Gereja yang sekarang ini dirancang dan dimulai oleh Pastor Antonius
Dijkmans dan peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Provicaris Carolus
Wenneker. Pekerjaan ini kemudian dilanjutkan oleh Cuypers-Hulswit saat Dijkmans
tidak bisa melanjutkannya, dan kemudian diresmikan pada 21 April 1901 oleh Mgr
Edmundus Sybradus Luypen, SJ, Vikaris Apostolik Jakarta.
Sementara itu, sebagaimana dikutip dari laman Islamic Center
Jakarta, ide pembangunan masjid Istiqlal baru tercetus setelah empat tahun
proklamasi kemerdekaan. Pada tahun 1950, KH Wahid Hasyim yang waktu itu
menjabat sebagai Menteri Agama RI dan H Anwar Tjokroaminoto dari Partai
Syarikat Islam mengadakan pertemuan dengan sejumlah tokoh Islam di Deca Park,
sebuah gedung pertemuan di jalan Merdeka Utara, tidak jauh dari Istana Merdeka.
Pertemuan dipimpin oleh KH Taufiqurrahman, yang membahas rencana pembangunan
masjid.
Masjid tersebut disepakati akan diberi nama Istiqlal. Secara harfiah, kata
Istiqlal berasal dari bahasa Arab yang berarti kebebasan, lepas atau
kemerdekaan, yang secara istilah menggambarkan rasa syukur kepada Allah SWT
atas limpahan rahmat berupa kemerdekaan bangsa.
Pada tahun 1953, panitia pembangunan Masjid Istiqlal melaporkan
rencana pembangunan masjid itu kepada Presiden Soekarno. Soekarno pun setuju dan langsung mulai aktif dalam proyek pembangunan Masjid
Istiqlal sejak ia ditunjuk sebagai Ketua Dewan Juri dalam sayembara desain Masjid Istiqlal yang diumumkan melalui
surat kabar dan media lainnya pada tanggal 22 Pebruari 1955.
Melalui pengumuman tersebut, para arsitek baik perorangan maupun kelembagaan diundang untuk turut serta dalam sayembara. Sayembara itu lantas dimenangkan oleh arsitek Fredrerich Silaban dengan desain yang menyimbolkan nilai ketuhanan.
Namun, sebagaimana dicatat oleh Setiadi Sapandi dalam buku biografi Friedrich Silaban (2017), terjadi perbedaan pendapat antara Soekarno dan Wakil Presiden M Hatta soal penentuan lokasi Masjid Istiqlal. Hatta menyarankan agar Masjid Istiqlal dibangun di lokasi yang kini menjadi tempat berdirinya Hotel Indonesia atau di Jalan MH Thamrin. Karena Hatta menilai lokasi tersebut berada di lingkungan muslim dan memiliki lahan yang cukup luas.
Hatta tak setuju jika masjid yang menjadi simbol nasional itu di bangun di
kawasan Pasar Baru yang dekat dengan bangunan-bangunan peninggalan Belanda,
termasuk Gereja Katedral. Sebab menurut Hatta, akan membutuhkan biaya yang
mahal untuk membongkar bekas benteng Belanda di sekitar lokasi itu.
Tetapi Soekarno tetap bersikukuh. Ia tetap ingin membangun Masjid Istiqlal di lokasi Pasar Baru itu untuk
menunjukkan pesan toleransi umat beragama yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.
Masjid Istiqlal akhirnya tetap dibangun di kawasan itu,
bertetangga dengan Gereja Katedral. Mulai dibangun pada 24 Agustus 1961 dan
diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 22 Februari 1978,
ditandai dengan prasasti yang dipasang di area tangga pintu As-Salam.
Selama berdiri, kedua bangunan ini benar-benar menjadi simbol
toleransi. Masjid Istiqlal kerap menyediakan parkir bagi para umat kristiani
yang sedang menjalankan ibadah Misa Natal di Gereja Katedral. Sementara Gereja
Katedral, tak jarang menyediakan lahan parkir bagi umat Islam yang melaksanakan
salat Id di Masjid Istiqlal. (wip)
Sumber: Detik.com, CNNIndonesia.com