JAKARTA, (IslamToday ID) – Dua tersangka korupsi PT Asuransi Jiwasraya, Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat terancam pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kepuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono mengatakan tim penyidik punya alat bukti cukup untuk
menjerat kedua tersangka tersebut dengan tuduhan berlapis, selain sangkaan
utama tindak pidana korupsi.
“Perkembangan penyidikan sampai saat ini
menemukan bukti permulaan yang cukup untuk dikenakan juga dengan pasal TPPU,”
kata Hari, Minggu (9/2/2020).
Terhadap dua tersangka tersebut, sebelumnya Kejagung,
Selasa (7/1/2020), menjerat keduanya dengan pasal 2 ayat (1), dan pasal 3 UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Benny dan Heru, dua tersangka dugaan korupsi Jiwasraya dari kalangan pebisnis. Benny selaku Komisaris Utama PT
Hanson Internasional dan Heru selaku Komisaris PT Trada Alam Minera. Selain
kedua tersangka itu, Kejagung pada Kamis (6/2/2020) menetapkan satu lagi
pebisnis sebagai tersangka, yakni Joko Hartano Tirto yang diketahui sebagai
Direktur Utama PT Maxima Integra.
Kini sudah enam orang menjadi tersangka. Tiga
tersangka lainnya, para mantan petinggi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Harry
Prasetyo, dan Syahmirwan. Keenam tersangka tersebut, sudah dalam penahanan
terpisah.
Sudah punya enam tersangka, Kejagung pun
masih memiliki beberapa nama lain yang berpotensi dijerat pidana. Karena, masih
ada sekitar 10 nama saksi yang dalam status cegah ke luar negeri.
Direktur Penyidikan pada Direktorat Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung, Febri
Adriansyah akhir pekan lalu mengatakan, jumlah nama yang dicegah itu bertambah
tiga orang dari daftar semula. Bulan lalu, 13 orang yang dicegah. Lima di
antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Pekan lalu, ada tiga nama yang dicegah
ke luar negeri, termasuk di antaranya adalah Joko Hartono yang sudah tersangka.
“Total yang dicegah itu ada 16 orang,” ujar Febri. Selain Joko, yang masuk
dalam daftar cegah baru, yakni dua orang berinisial PR dan BM. Kata Febri
potensi tersangka memang selalu bertambah selama penyidikan Jiwasraya
berlangsung.
Namun, sementara ini
fokus penyidikan tetap kepada
enam orang yang sudah dijadikan tersangka dan ditahan. “Selama kita menemukan
bukti-bukti dalam penyidikan, potensi tersangka itu akan selalu ada. Kita akan
lihat perkembangan penyidikan dari enam tersangka ini,” sambung Febri.
Kasus Jiwasraya, berawal dari kegagalan perusahaan asuransi milik negara itu
membayar klaim nasabahnya. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengatakan, gagal
bayar Jiwasraya per September 2018 mencapai Rp 13,7 triliun. Gagal bayar yang
dialami Jiwasraya juga mengerek defisit pencadangan keuangan senilai Rp 27,2
triliun.
BPK menilai kondisi buruk Jiwasraya
dikarenakan aksi korporasi yang menyimpang dan melanggar aturan. Besarnya angka gagal bayar dan defisit keuangan
Jiwasraya, diyakini Kejagung lantaran dugaan korupsi yang terjadi sejak 2008
sampai 2018.
Selama penyidikan, selain telah menetapkan enam tersangka, Kejagung juga
melakukan pelacakan dan penyitaan aset berharga milik para tersangka. Jaksa
Agung ST Burhanuddin menjanjikan aset sitaan dari para tersangka
sebagai sumber dana ganti rugi uang nasabah dan kerugian negara.
Akhir pekan lalu, Kejagung sudah menyita sejumlah aset tak bergerak seperti
tanah dan properti. Bahkan, Kejagung ikut menyita perusahaan batubara di
Kalimantan Timur (Kaltim) milik tersangka Heru Hidayat.
Dari tersangka Benny Tjokro, Kejagung menyita sedikitnya 93 unit apartemen mewah di Jakarta Selatan (Jaksel), serta melakukan blokir terhadap 156 bidang tanah di Banten. Juga dua kompleks perumahan seluas 60 dan 20 hektare di Parung Panjang, Bogor, Jawa Barat. (wip)
Sumber: Republika.co.id, Rmol.id