KLATEN, (IslamToday ID) – Pengurus MUI Pusat, Anton Tabah Digdoyo menyatakan umat Islam di Indonesia terus menerus mendapat perlawanan dari penguasa. Perlawanan itu bahkan terjadi sejak dari zaman penjajahan.
Hal itu diungkapkan Anton saat berceramah di depan ribuan umat Islam dalam Kajian Ahad di Masjid Raya Nurul Jami, Wedi, Klaten, Jateng, Minggu (23/2/2020).
Ia menguraikan bahwa era Hindia Belanda dulu, ada pembagian kelas oleh Belanda. Kelas satu untuk warga negara Belanda dan Eropa, kelas kedua untuk orang-orang asing dan China. Sementara kelas terakhir adalah pribumi dan keturunan Arab.
“Jadi sejak zaman penjajah, orang-orang Islam dikuyo-kuyo (disiksa) karena perlawanan keras umat Islam terhadap penjajah. Sehingga pribumi yang lemah iman pindah agama demi hidup enak,” terang Anton.
Pasca Indonesia merdeka, umat Islam legawa dan tidak membalas dendam. Bahkan dalam merumuskan Pancasila, umat Islam dengan terang mau menghapus 7 kata dari Piagam Jakarta. Namun demikian, Pancasila tetap religius. Sekalipun ada perumus yang sempat mengusulkan sila ketuhanan di akhir.
“Sila Ketuhanan Yang Maha Esa di sila pertama itu bukan tanpa makna. Maknanya segala perikehidupan warga negara Indonesia harus bertauhid, beragama di atas segalanya. Di atas UU, bukan di bawah UU,” tegas Anton.
Pernyataan Anton ini menjurus pada upaya-upaya mempertentangkan agama dengan Pancasila. Mulai dari pembolehan seks bebas, penghapusan kurikulum agama, hingga dugaan upaya mengubah salam agama Islam menjadi salam Pancasila. Menurutnya, hal tersebut bertentangan dengan ruh Pancasila dan UUD 1945.
“Itu upaya menggiring Pancasila ala komunis anti Tuhan, anti agama. Bukan Pancasila yang religius lagi,” terangnya.
Mantan jenderal polisi ini pun mengingatkan kepada para pejabat negara untuk berhati-hati dalam mengambil kebijakan. Jangan sampai kebijakan yang diambil bertentangan dengan Pancasila dan merusak agama.
“Para pejabat jangan coba merusak agama dengan berkedok Pancasila. Siapapun yang menista agama pasti hancur,” tutupnya.
Sementara itu, Ketua Aliansi Anak Bangsa (AAB), Damai Hari Lubis menyatakan daripada mempertentangkan agama dan Pancasila serta menyarankan salam Pancasila, Kepala BPIP Yudian Wahyudi diminta lebih fokus meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Ia mengatakan, Yudian seharusnya bisa lebih memanfaatkan posisinya untuk bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. “Lebih baik Yudian Wahyudi fokuskan metode tentang bagaimana Pancasila dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara Indonesia,” ucap Damai, Senin (24/2/2020).
Selain itu, Yudian juga diminta bisa membuat metode agar pengamalan Pancasila bisa mengurangi korupsi yang sering dilakukan oleh pejabat negara. “Juga bagaimana Pancasila dapat mengurangi korupsi yang banyak dilakukan oleh para pejabat penyelenggara negara dan para pejabat-pejabat BUMN dan pegawai negeri atau ASN,” jelas Damai.
Hal tersebut, kata Damai, lebih bermanfaat bagi Yudian yang menduduki jabatan sebagai Kepala BPIP untuk lebih mendahulukan soal perilaku dan beban moral terhadap penyelenggara negara.
“Itu yang semestinya tugas utama yang mesti dipikirkan oleh Yudian Wahyudi sebagai orang yang diemban punya kewajiban memasyarakatkan Pancasila. Jadi lebih didahulukan tentang perilaku dan beban moral kepada penyelenggara negara daripada masyarakat umum,” pungkasnya. (wip)
Sumber: Rmol.id