JAKARTA, (IslamToday ID) – Publik tentu masih ingat dengan pernyataan Presiden Jokowi soal banjir Jakarta saat hendak mencalonkan diri menjadi presiden pada Pilpres 2014 lalu. Kala itu, Jokowi yang masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dengan enteng menyatakan bakal lebih mudah menyelesaikan banjir Jakarta jika dirinya menjadi presiden.
Jokowi yang berpasangan dengan Ahok baru menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta sekitar dua tahun. Namun, sejumlah partai khususnya PDIP ngotot ingin mencalonkan Jokowi menjadi presiden karena elektabilitasnya tinggi.
Gayung pun bersambut. Jokowi didapuk berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK) akhirnya maju di kontestasi Pilpres 2014. Jokowi-JK kemudian memenangkan pertarungan itu setelah mengungguli lawannya, Prabowo-Hatta. Selanjutnya, Jokowi-JK resmi menjabat Presiden dan Wakil Presiden periode 2014-2019.
Selama lima tahun memimpin Indonesia, Jakarta tetaplah banjir jika musim penghujan datang. Posisi Jokowi yang digantikan oleh Ahok di kursi gubernur, tetaplah menghadapi persoalan yang sama, yakni banjir. Jakarta tetaplah banjir seperti saat dipimpin gubernur-gubernur sebelumnya meski Jokowi jadi presiden.
Kini, Jokowi kembali menjadi presiden untuk periode 2019-2024 berpasangan dengan Ma’ruf Amin. Rezim DKI Jakarta yang kini telah berganti dari Ahok-Jarot ke Anies Baswedan-Sandiaga Uno, banjir juga masih mengintai. Bukannya menagih janji Jokowi, publik malah mengecam kinerja Anies karena baru memimpin Jakarta sekitar 2,5 tahun, bencana banjir sudah terjadi beberapa kali.
Kecaman keras datang dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Anggota Fraksi PSI DKI Jakarta Justin Adrian menilai, Anies sama sekali tidak peduli masalah banjir. Belum ada solusi yang efektif untuk menanganinya.
“Pak Anies sudah menjadi gubernur hampir 2,5 tahun, tapi program antisipasi banjir hanya jalan di tempat. Pada tahun 2018 sampai 2020, Kementerian PUPR tidak bisa menjalankan normalisasi karena Pemprov DKI tidak mau membebaskan lahan. Tiga tahun terbuang percuma,” kata Justin, Minggu (23/2/2020) malam.
“Dari data curah hujan dan ketinggian pintu air, jelas sekali bahwa banjir hari ini adalah karena hujan lokal. Oleh karena itu, Pak Gubernur tidak punya alasan untuk menyalahkan hujan di Bogor dan tidak bisa melempar masalah ke pemerintah pusat,” tambah Justin.
Tak kalah keras, di dunia maya, Anies juga menjadi bulan-bulanan warganet karena dinilai tidak pecus mengurus Jakarta. Tidak hanya kecaman dan cacian, bahkan Anies diminta mundur dari kursi gubernur DKI.
Terlepas dari itu siapa yang salah, yang dibutuhkan warga DKI kini adalah solusi untuk mengakhiri hal serupa terjadi kembali.
“Bukan caci maki saling menjatuhkan antar pendukung. Hari ini rumah kami kena, mungkin besok kalian,” ujar Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon dalam akun Twitter pribadinya.
Menurutnya, tanpa solusi, banjir hanya akan menjadi “arisan sial” yang bisa datang ke wilayah siapapun. Sementara mengenai solusi untuk banjir DKI, Jansen menyoroti adanya tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Politik Ekologi
Untuk itu, ia meminta agar dilakukan “legal audit” guna membuka semua peraturan yang ada. Publik harus diberi tahu, mana yang menjadi kewenangan Pemda DKI dan mana yang jadi kerjaan pemerintah pusat. “Biar tidak terus saling menyalahkan dan bisa dinilai siapa yang tak maksimal kerjakan tugasnya!” sambungnya.
Kepada Gubernur Anies, Jansen meminta agar kewenangan Pemda DKI untuk mengurusi banjir harus dimaksimalkan. Begitu juga dengan Jokowi sebagai pemegang kekuasaan di pusat.
Terlebih saat menjadi Gubernur DKI, Jokowi pernah bilang bahwa masalah banjir dan macet Jakarta akan selesai jika menjadi presiden. “(Pak Jokowi), tolong dibuktikan. Sinergilah kalian! Tambah parah banjir ini rakyat jadi korban,” ungkapnya.
Sedangkan pengamat politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah mengatakan banjir merupakan siklus alam yang memerlukan penanganan politik ekologi yang ekstrem. Pemimpin, sambungnya, tidak boleh lantas berdiam diri dalam menghadapi siklus tersebut.
“Nah, Jakarta memerlukan politik ekologi yang ekstrem, tidak bisa setengah hati,” ujarnya, Kamis (27/2/2020).
Dengan kata lain, penanganan masalah banjir DKI era Anies Baswedan jauh lebih baik jika dibandingkan dengan Jokowi. Sebab, Anies tidak setengah hati dalam bekerja. “Jadi membandingkan Anies dengan Jokowi mudah sekali. Jelas Anies jauh lebih baik karena Jokowi belum sempat berbuat banyak selama memimpin Jakarta,” jelas Dedi.
Apalagi, katanya, janji Jokowi yang menyatakan mampu menangani persoalan banjir di DKI jika menjadi presiden pun juga tak kunjung terealisasi. “Bahkan saat menjadi presiden sekalipun, rasanya tidak ada ide dan aktivitas untuk menyudahi bencana banjir secara sistematis,” kata Dedi. (wip)
Sumber: Rmol.id, Kompas.com, Liputan6.com